1143 tahun silam. Tepatnya, 27 Juli 879 masehi, seorang Raja Medang atau Mataram, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala telah menuliskan sebuah Prasasti Kwak untuk Bumi Kediri. Prasasti dari tembaga perunggu berukuran 35,7 cm x 32,8 cm yang ditemukan di Desa Ngabean, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pesan dari Rakai Kayuwangi untuk dukuh Kwak (Kuwak, sekarang red.), Kelurahan Ngadirejo, Kota Kediri untuk membebaskan tanah tegalan itu menjadi sebuah perdikan. Tanah itu khusus digunakan untuk persawahan karena dialiri patirtan Tirtayasa.
Pembebasan tanah perdikan itu dapat digunakan oleh Wanua (Desa,red) Kwak untuk Watak Wka Pu Cathura. Dalam penelitian Alief (2017) disebutkan bahwa atak berarti kecamatan dan wka ialah raja atau pemimpin. Dari sejarah tersebut diambil menjadi perigatan hari jadi Kota Kediri.
Zainal Afandi dalam Alief (2017) menerangkan kegiatan peringatan Hari Jadi Kota Kediri merupakan seremonial untuk merekonstruksi budaya dan peristiwa masa lampau. Sehingga, peringatan tersebut selalu diselenggarakan di kawasan kolam renang Tirtayasa, Kota Kediri.
Seiring berjalan waktu, kemakmuran dan kesejahteraan yang diharapkan dari Prasasti Kwak perlu dilihat dengan perkembangan zaman. Dari Raja Kayuwangi Dyah Lokapala hingga Wali Kota Abdullah Abu Bakar tentu Kota Kediri telah berubah dengan beragam rupa. Semangat pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat harus tersemat sebagai metafora Prasasti Kwak.
Apalagi, pada Oktober 2023 nanti diperkirakan Bandara Dhoho Kediri akan segera beroperasi. Seperti yang disampaikan Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar di kanal YouTubenya yang berdiskusi dengan Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana pada 23 Pebruari 2022 lalu.
“Jadi kita 2024 walaupun Meskipun bandara ada di kabupaten ada tol, jadi kita ingin Kediri maju bersama. Kita ingin ada dampak positif adanya bandara dan jalan tol,” ungkap Mas Abu, sapaan Wali Kota Kediri dua periode ini.
Pertemuan di Balai Kota Kediri tersebut membahas juga tentang UMKM yang ada di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Kedua kepala daerah ini ingin menyiapkan produk yang dapat menjadi makanan khas Kediri Raya, baik dari kota maupun kabupaten.
Kesejahteraan masyarakat yang menjadi konsentrasi Pemerintah Kota Kediri itu semestinya sejalan dengan ramah lingkungan. Sehingga, lingkungan tetap terjaga termasuk benda cagar budaya peninggalan masa lampau.
Hal tersebut disampaikan budayawan Kediri, Imam Mubarok, menerangkan bahwa Kediri pembangunan di Kediri Raya harus memiliki napas ramah terhadap lingkungan. Dengan demikian, potensi kepadatan di Kediri karena dampak dari pembangunan bandara dan jalan tol justru tidak menimbulkan konflik sosial.
Berdasar data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Kediri, tercatat ada peningkatan jumlah industri kreatif dari tahun 2020 ke 2021. Peningkatannya sebanyak 260 industri kecil menengah (IKM), totalnya ada 1822 IKM. Jenisnya pun beragam meliputi 138 unit industri kuliner, 49 unit industri kriya/kerajinan, 35 unit industri fashion, 22 unit industri film dan video, serta 16 unit industri desain produk.
Dengan pertumbuhan tersebut pria yang akrab disapa Gus Barok menerangkan bahwa Kediri sebagai Mulut Naga. Maksudnya ialah pembangunan bandara yang ada di kabupaten itu harus ditangkap potensi ekonomi dan pariwisata. Sehingga, Kota Kediri akan menjadi kota persinggahan bagi para wisatawan.
Kota Kediri sebagai mulut naga, imbuh Gus Barok, dalam sejarah kebudayaan dapat dimaknai pemerintah kota harus bisa menangkap potensi tersebut sehingga dampaknya dapat dirasakan masyarakat luas.
“Maka Kota Kediri harus mampu menangkap mulut naga itu. Pastinya naga punya tubuh, tubuhnya tersebar di seluruh Kabupaten Kediri,” tandasnya.