Awalnya Belasan, Penghayat Kepercayaan di Kota Kediri Kini Tinggal 10 Paguyuban

Penghayat Kediri
Caption: Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Kediri, Sutartoe (76), Kamis (14/3/2024). Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kota Kediri – Paguyuban penghayat kepercayaan di Kota Kediri, Jawa Timur, kini tengah berupaya bertahan dari gerusan zaman.

Beberepa persoalan pelik memang dihadapi paguyuban penghayat kepercayaan, mulai dari minimnya regenerasi dan banyaknya anggota yang meninggal dunia.

Bacaan Lainnya

Banyak dari generasi muda yang orang tuanya menganut penghayat kepercayaan, kini memilih untuk menganut agama lain.

Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Kediri, Sutartoe (76), menyebut saat ini di Kota Kediri hanya menyisakan 10 paguyuban penghayat kepercayaan, yang sebelumnya ada belasan paguyuban.

Dari kesepuluh paguyuban penghayat kepercayaan itu, anggotan yang masih aktif hanya mencapai ratusan orang.

Adapun paguyuban tersebut di antaranya Sapta Darma, Aku Sejatimu, Among Rigo, Ilmu Sejati, Pangestu, Sumara, Jawa Dwipa, Kapribaden, SKK, dan Sangkan Paran Dumadi.

“Dari sekian paguyuban menyisakan 10 paguyuban,” kata pria yang akrab disapa Ki Tartoe itu, Kamis (14/3/2024).

Tartoe mengatakan, para penganut penghayat kepercayaan di Kota Kediri sebagian juga ada yang berpindah rumah ke daerah lain, di antaranya ke Kabupaten Kediri.

“Yang paling banyak (pindah karena) tergusur, dan sebagian berpindah ke wilayah Kabupaten Kediri,” jelasnya.

Menurut Ki Tartoe, biasanya para penganut penghayat kepercayaan di Kota Kediri berkumpul saat hari raya di bulan Sura.

Pada momen itu, para penganut penghayat kepercayaan mengadakan kumpulan dan mengundang seluruh anggotanya. Biasanya jumlah anggota yang berkumpul bisa mencapai ribuan orang.

Tartoe menyampaikan, sejumlah upaya sebenarnya sudah dilakukan para penganut penghayat kepercayaan, di ataranya dengan menurunkan ajaran ke anak-anaknya.

Untuk diketahui, biasanya para penganut penghayat kepercayaan melakukan kegiatan ibadah di rumah masing-masing.

Sementara setiap seminggu sekali, mereka berkumpul di rumah ketua paguyuban atau sanggar untuk melakukan ibadah bersama.

Pos terkait