Metaranews.co, Kota Samarinda – Di tengah upaya pemerataan layanan kesehatan, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali dihadapkan pada persoalan klasik, yakni minimnya tenaga medis di daerah terpencil akibat kurangnya insentif.
Masalah ini menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, yang menilai perlunya langkah konkret dari pemerintah provinsi agar dokter bersedia ditempatkan di wilayah pelosok.
Menurut legislator Dapil Samarinda ini, ketimpangan ini terutama dipicu oleh rendahnya kompensasi yang diterima tenaga kesehatan di luar kota besar.
Sebagian besar dokter memilih praktik di kota karena jumlah pasien lebih banyak, dan potensi penghasilan yang lebih tinggi.
Akibatnya, daerah terpencil kekurangan dokter dan fasilitas medis, yang berdampak langsung pada tingginya angka kematian ibu dan bayi.
“Banyak dokter memilih praktik di kota karena jumlah pasien lebih banyak, dan pendapatannya juga lebih besar,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Andi menambahkan, kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Kaltim dan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (UNMUL) perlu diperkuat, guna menghadirkan dokter baru dan residen yang siap mengabdi di wilayah-wilayah terluar.
Namun, Andi menekankan bahwa pendekatan ini hanya akan efektif jika dibarengi dengan pemberian insentif yang layak bagi tenaga medis.
Lebih jauh, Andi menyebutkan bahwa indikator nyata dari ketimpangan layanan adalah tingginya angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB).
Kondisi ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan di beberapa daerah masih jauh dari memadai. Ia menyoroti pentingnya peningkatan program seperti Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), serta pelatihan medis berkelanjutan di daerah.
“Tingginya AKI dan AKB menunjukkan penanganan kesehatan kita belum optimal. PONEK dan program pelatihan medis harus lebih diperkuat,” tegasnya.
Selain itu, politikus Golkar ini juga mengkritisi sistem rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang belum berjalan maksimal di lapangan.
Ia menyebut banyak pasien yang kesulitan mendapatkan layanan lanjutan, karena sistem rujukan yang berlapis-lapis dan keterbatasan fasilitas medis di daerah pinggiran.
“Rujukan sering kali terhambat karena harus lewat rujukan berlapis, padahal daerah-daerah ini butuh tenaga ahli yang langsung siap di tempat,” ungkapnya.
Andi berharap agar Pemprov Kaltim dapat mempercepat reformasi layanan kesehatan dengan prioritas pada wilayah terpencil.
Ia menilai pemerataan tenaga kesehatan dan peningkatan fasilitas dasar merupakan kunci untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat di seluruh penjuru provinsi. (ADV)