Eksekusi Lahan untuk Proyek Jalan Tol Kediri–Tulungagung Diwarnai Penolakan Ahli Waris

Tol Kediri–Tulungagung
Caption: Panitera PN Kediri saat melakukan eksekusi mendapat perlawanan dari pihak termohon, Muhammad Hamim, Kamis (8/5/2025). Doc: Metaranews.co/Darman

Metaranews.co, Kota Kediri – Pengadilan Negeri (PN) Kediri melaksanakan eksekusi pengosongan rumah dan lahan seluas 280 meter persegi milik Imam Mashadi di Kelurahan Mojoroto, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (8/5/2025).

Lahan tersebut merupakan bagian dari proyek pembangunan Jalan Tol Kediri-Tulungagung, yang juga menjadi akses ke Badara Dhoho. Eksekusi ini mendapat penolakan oleh Muhammad Hamim, salah satu ahli waris Imam Mashadi.

Bacaan Lainnya

Saat ini rumah dan lahan masih dalam sengketa ahli waris dan tengah diproses di PN Kediri.

Eksekusi dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan tertanggal 21 April 2019, menyusul telah dititipkannya uang ganti kerugian sebesar Rp1.135.533.000 sejak 26 Agustus 2004 untuk lahan dan bangunan di atasnya.

Panitera PN Kediri, Berly menjelaskan, bahwa seluruh proses telah sesuai prosedur.

“Objek eksekusi ini sudah ditetapkan berdasarkan data fisik dan yuridis. Dana ganti rugi juga telah dititipkan negara sejak lama,” ujarnya.

Pelaksanaan eksekusi sempat mendapat penolakan, meski pihak pengadilan telah dua kali memberikan teguran pada 27 dan 28 Februari 2025. Para termohon belum juga mengosongkan, meski telah melebihi batas waktu yang ditentukan.

“Lahan ini dikuasai oleh tiga bersaudara, salah satunya Muhammad Hamim. Salah satu bangunan memang sudah dikosongkan, tapi bagian depan yang ditempati Hamim masih dihuni,” tutur Berly.

Kuasa hukum termohon menyampaikan keberatan karena saat ini sedang berlangsung perkara perlawanan eksekusi di PN Kediri.

Berly menegaskan, perkara yang sedang berjalan adalah gugatan baru dan tidak berkaitan langsung dengan ganti kerugian, yang sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap.

“Pelaksanaan eksekusi ini tetap sah dan sesuai hukum, karena menyangkut proyek pembangunan untuk kepentingan umum,” tegasnya.

Sementara penolakan disampaikan langsung oleh Maslik Hanim, penasihat hukum (PH) termohon, yang menilai bahwa eksekusi tersebut melanggar prosedur hukum acara.

Kuasa hukum termohon menyampaikan setidaknya dua poin utama keberatan terhadap eksekusi yang dilakukan hari ini. Dari total luas tanah 304 meter persegi, masih ada 24 meter persegi yang belum dibayarkan ganti ruginya.

Selanjutnya, termohon telah mengajukan perlawanan eksekusi (verzet) yang saat ini masih dalam proses persidangan, proses eksekusi tidak seharusnya dilakukan.

“Pertama, objek eksekusi belum dibebaskan secara keseluruhan, masih ada 24 meter persegi yang belum dibayarkan ganti ruginya. Artinya, belum seluruhnya dilepaskan,” ungkapnya.

“Kalau proses perlawanan masih berlangsung, maka eksekusi seharusnya ditunda. Tapi kenyataannya tetap dilaksanakan. Kami menilai ini bentuk tindakan yang sewenang-wenang,” tambah Maslik.

Pihak termohon juga menyayangkan kurangnya komunikasi dan transparansi dari pihak pemohon maupun pengadilan, terkait kejelasan status lahan yang masih disengketakan sebagian.

“Ini tidak hanya soal hukum, tapi soal keadilan dan prosedur. Kami minta semuanya dilakukan secara transparan dan adil,” pungkasnya.

Pos terkait