Kediri Raya Jadi Target Pasar Sekaligus Jalur Distribusi Rokok Ilegal

Rokok Ilegal Kediri
Caption: Fungsional Ahli Bea Cukai Kediri, Viki Hendra, saat melakukan sosialisasi gempur rokok ilegal di Kabupaten Kediri, Selasa (30/7/2024). Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kediri, Jawa Timur, angkat bicara soal maraknya peredaran rokok ilegal atau rokok tanpa berlebel cukai di wilayah kerjanya.

Selain menjadi tujuan pemasaran, wilayah kerja KPPBC Tipe Masta Cukai Kediri, yakni Kabupaten/Kota Kediri, Nganjuk, dan Jombang, juga menjadi jalur distribusi perlintasan peredaran rokok ilegal.

Bacaan Lainnya

Bahkan, belum lama ini terdapat dua mobil Bea Cukai Kediri ringsek, terguling saat saling berkejaran dengan kendaraan yang diduga membawa rokok ilegal melintas di Tol Jombang – Mojokerto, Selasa (23/7/2024) lalu.

“Peredaran rokok ilegal di Kediri Raya itu selain daerah pemasaran juga daerah perlintasan,” kata Fungsional Ahli KPPBC Tipe Masta Cukai Kediri, Viki Hendra, Rabu (31/7/2024).

Viki menyampaikan, Bea Cukai telah melakukan pemetaan akan adanya peredaran rokok ilegal atau tanpa berlebel cukai itu.

Menurut Viki, potensi perlintasan peredaran rokok ilegal tersebut sangat besar, karena Kediri Raya berada di tengah jalur antarkota di Jawa Timur.

“Dari segi pemetaan asal rokok ilegal sendiri itupun harus mengantisipasi dengan baik. Karena Kediri Raya secara geografis dari manapun diakses bisa,” jelasnya.

“Untuk peredaran kita mencegah. Bahkan sampai di jalan Tol pun kita laksanakan penindakan,” tambahnya.

Penindakan Rokok Ilegal

Kantor Bea Cukai Kediri, Jawa Timur, mengaku telah banyak melakukan penindakan di tengah maraknya peredaran rokok ilegal pada periode Januari-Juni 2024.

Dalam kurun waktu enam bulan itu, Bea Cukai Kediri melakukan penindakan sebanyak 30 kali.

“Rata-rata melakukan penindakan sebanyak lima kali dalam sebulan. Kalau Januari-Juni 2024 sekitar 30 kali penindakan,” ungkap Viki.

Namun demikian, Viki menyampaikan, tidak semua penindakan itu berujung pidana kepada pelaku, lantaran ada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.

Pelaku mendapatkan restorative justice atau ultimum remedium (UR) atas perundang-undangan tersebut, dengan mengganti administrasi sebanyak tiga kali lipat cukai yang harus dibayar.

“Untuk realisasinya, jumlahnya tiga kali cukai yang harus dibayar. Jadi memang fluktuatif berapa kerugian negara kita kalikan tiga kali lipat daripada kerugian tersebut,” pungkasnya.

Pos terkait