Menilik Musala At-Taqwa, Langgar Peninggalan Pengikut Diponegoro di Jiwut Blitar

Blitar
Caption: Suasana Musala At-Taqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Kamis (21/3/2024). Doc: Bahtiar/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Blitar – Tersembunyi di belakang rumah warga, Musala At-Taqwa ternyata menyimpan nilai sejarah perjuangan Islam.

Musala At-Taqwa yang berdiri di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, ini konon sudah berdiri sejak 1860 silam.

Bacaan Lainnya

Saat METARA melalui musala tersebut, terlihat plakat berwarna hijau dengan tulisan Musala At-Taqwa.

Musala ini juga dikelilingi pepohonan yang rimbun, yang akan membawa kita bernostalgia dengan masa kecil dulu.

“Saya termasuk keturunan nomor empat dari pengurus musala ini sejak berdiri di pertengahan 1800-an lampau,” kata Syaiful Rizal, pengurus Musala At-Taqwa, Kamis (21/3/2024).

Syaiful menuturkan, Musala At-Taqwa ini didirikan oleh Mbah Haji Usman, yang berasal dari wilayah Madiun.

Sang pendiri musala ini merupakan salah satu prajurit Pangeran Diponegoro, yang melakukan pelarian ke Blitar.

“Dulu di sini kayak ada semacam komplek rumah-rumah besar. Selatan sawo besar itu ada tembok setinggi tiga meter. Mengelilingi tanah seluas sekitar 40-50 meter, dan ada pintu gerbang juga, dimungkinkan beliau juga termasuk salah satu prajurit Diponegoro,” jelasnya.

Bangunan Musala At-Taqwa di Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, terlihat klasik.

Tidak ada sentuhan kaligrafi di bangunan musala. Tempat imam juga masih sangat klasik.

Dulu, di belakang musala ada kolam pemandian yang biasa digunakan untuk berwudhu dan mandi dengan aliran air dari sungai utara.

Masih tersisa dari peninggalan para pendiri musala, ada pohon salak yang tingginya melebihi tembok, yang tingginya hampir dua meter.

“Mungkin saat pasukan Belanda melalui tempat tersebut, tidak bisa melihat aktifitas yang dilakukan di sekitar musala,” beber Syaiful.

Di balik keantikannya, Musala At-Taqwa pernah terbengkalai hingga 5-6 tahun.

Saat itu saudara dari Syaiful yang menjadi pengelola, dan kemudian ketika saudaranya ini meninggal namun tidak meninggalkan anak, maka status pengurus musala dikembalikan ke keluarga.

Berdasarkan musyawarah keluarga akhirnya musala ini diwakafkan.

Setelahnya, Musala At-Taqwa mulai dibersihkan dan dirawat kembali. Ada pergantian pada tiang teras, yang awalnya kayu jati, diganti dengan kayu balau. Dikarenakan ada pembusukan pada kayu yang lama.

Selain itu, renovasi musala hanya di bagian plafon, pengecatan ulang, pembelian pengeras suara, pembuatan sumur dan tempat wudhu, serta kamar mandi. Untuk alas diganti keramik yang sebelumnya hanya semen plester.

Rutinitas Musala At-Taqwa seperti musala pada umumnya. Masih menggelar jemaah untuk salat lima waktu, ditambah rutinan khotmil quran sebulan sekali. Begitu juga dalam bulan Ramadan, ada tarawih dan tadarus Al-Qur’an pada malam hari.

“Imamnya ya saya sendiri, karena sudah tidak ada yang lain,” tutur Syaiful.

Untuk ke depannya, Syaiful berencana membangun pagar, agar kondisi musala bisa lebih terjaga dan bisa menjadi salah satu destinasi wisata religi.

Pos terkait