Tari Kethek Ogleng, Antara Kisah Panji dan ‘Stempel’ Milik Pacitan-Wonogiri

Kethek Ogleng Kediri
Caption: Guntur Tri Kuncoro saat menampilkan tarian Kethek Ogleng. Doc: Anis/Metaranews.co

Metaranews.co, Kota Kediri – Wajah laki-laki itu tampak mulai keriput. Sejumlah rambutnya mulai beruban. Pria berkulit sawo matang itu ialah Guntur (65).

Siang itu, Guntur menari bak kera liar meloncat lincah.

Bacaan Lainnya

Guntur memang tidak lagi muda, namun kaki dan tangannya masih sanggup mencengkeram kuat. Cara berjalannya pun unik, ia membungkukkan badan dengan cepat, berpindah kesana-kemari.

Suaranya menyerupai tokoh pewayangan hanoman, si kera putih. Hal itu bakal membuat bulu kuduk yang mendengarnya berdiri.

“Whekkkkkk….., whekk….., wekkk,” suara Guntur, saat mempertunjukkan tarian Kethek Ogleng di sanggarnya, Guntur Dance Company (GDC), Sabtu (11/2/2023).

Pria bernama lengkap Guntur Tri Kuncoro itu merupakan warga Kelurahan Mojoroto, Kota Kediri. Ia adalah salah satu warga yang masih menjaga eksistensi seni tari Kethek Ogleng.

Guntur mulai tertarik dengan Kethek Ogleng sejak dirinya masih belia. Ia bercerita, dahulu ia banyak menemui pengamen Kethek Ogleng yang tampil dari kampung ke kampung.

Sementara pada masa itu, di televisi lagi booming-boomingnya kesenian ketoprak, salah satunya kethek atau kera putih yang bagian unjuk gigi.

Berangkat dari situlah rasa ketertarikannya muncul. Saat beranjak dewasa, sekitar tahun 1980-an, Guntur memutuskan menelusuri lebih jauh mengenai asal mula tari Kethek Ogleng.

Usut punya usut, ternyata Tari Kethek Ogleng diambil dari kisah cerita Panji Kediri.

Dari situlah Guntur mulai masif memainkan tarian Kethek Ogleng.

“Akhirnya setelahnya saya sadar, terinspirasi membuat ikon Kethek Ogleng,” ujar Guntur.

Guntur memang aktif memainkan Tari Kethek Ogleng di berbagai pentas pertunjukan, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Sejumlah negara sudah menjadi ‘destinasi’ pertunjukan Guntur, mulai dari China, Thailand, Hongkong, dan Australia.

Bahkan saat di Melbourne Australia tahun 2017 lalu, Guntur turut mengisi aksi Kethek Ogleng di acara bertajuk Melbourne Fringe Festival, salah satu tempat acara favorit tahunan untuk mengekspresikan karya seni di penjuru dunia.

“Sampai sekarang saya masih konsisten menampilkan tarian Kethek Ogleng. Bulan Juli 2022, kemarin pentas mewakili Polresta Kediri ke acara Polda menampilkan Kethek Ogleng cerita Panji,” jelasnya.

Asal Usul Kethek Ogleng dari Kisah Panji?

Menurut Guntur, tari Kethek Ogleng ada bermacam-macam versi, yang diambil dari cerita rakyat Putra Kerajaan Kediri Panji Asmorobangun dan Putri Kerajaan Jenggala Dewi Sekartaji.

Adapun cerita Kethek Ogleng yang sering dipertunjukkan Guntur yakni kera jelmaan Panji Asmorobangun yang tengah mencari Dewi Sekartaji.

Untuk Dewi Sekartaji keberadaannya sedang dicari-cari setelah kabur, karena tak mau dijodohkan oleh ayahnya.

Dalam perjalanannya, Panji Asmorobangun singgah di rumah seorang pendeta. Di sana Panji diberi wejangan agar pergi ke arah barat, dan harus menyamar menjadi kera.

Sedangkan di lain pihak, Dewi Sekartaji ternyata juga menyamar dengan nama Endang Rara Tompe.

Setelah Endang Rara Tompe memasuki area pegunungan, kemudian ia beristirahat di suatu daerah dan memutuskan untuk menetap di sana.

Ternyata kethek jelmaan Panji Amorobangun juga tinggal tidak jauh dari pondok Endang Rara Tompe. Maka, bersahabatlah mereka berdua.

Meski tinggal berdekatan dan bersahabat, Endang Rara Tompe tidak mengetahui jika kethek yang menjadi sahabatnya ialah Panji Asmorobangun.

Begitu juga dengan Panji Asmorobangun, tidak mengetahui apabila Endang Rara Tompe adalah Dewi Sekartaji yang selama ini ia cari.

Setelah persahabatan antara Endang Rara Tompe dan kethek terjalin begitu kuatnya, mereka berdua membuka rahasia masing-masing.

Endang Rara Tompe mengubah bentuknya menjadi Dewi Sekartaji, begitu juga dengan kethek sahabat Endang Rara Tompe mengubah dirinya menjadi Raden Panji Asmorobangun.

Tari Kethek Ogleng Diklaim Pacitan dan Wonogiri

Tari Kethek Ogleng sendiri selama ini lebih lekat dengan Kabupaten Pacitan dan Wonogiri. Bahkan, kedua kabupaten itu disebut sebagai asal tari Kethek Ogleng.

Guntur sendiri tak mempermasalahkan apabila tari Kethek Ogleng yang dibawakannya, yang menceritakan kisah Panji Asmorobangun, dikomplain pihak lain.

“Yo wes ben, dikomplain Wonogiri, Pacitan. Namun saya menceritakan Panji, jadi Dewi Sekartaji asal Kerajaan Kediri itu,” kata Guntur.

Kendati Kethek Ogleng Guntur mengisahkan Panji, tapi masih banyak warga Kediri yang masih asing dengan seni Kethek Ogleng.

Guntur yakin tari Kethek Ogleng yang masih eksis di sejumlah daerah sampai saat ini, secara garis besar dasar cerita yang diambil berkisah Panji Asmorobangun.

Hal itulah yang membuat Guntur tambah yakin dalam mengembangkan dan menjaga eksistensi tarian Kethek Ogleng.

“Enggak apa-apa (diakui daerah lain), yang menjadi kekuatan saya cerita Kethek Ogleng itu cerita Panji Kediri,” tuturnya.

Tari Kethek Ogleng Tak Berkembang Pesat di Kediri

Tari Kethek Ogleng saat ini memang tidak berkembang pesat di wilayah Kediri. Eksistensinya masih kalah jauh apabila dibandingkan dengan seni tari lain, seperti jaranan dan lainnya.

Guntur menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan tari Kethek Ogleng di Kediri tak masif, salah satunya dukungan dari pemerintah daerah.

Selain itu, peran karakter ‘monyetnya’ yang unik tidak mudah untuk semua orang untuk mempelajari tari Kethek Ogleng.

“Dan untuk tari kethek tidak segampang itu. Mungkin kalau sekadar tarian kethek secara aktualnya mudah. Tapi untuk menjiwai atau mendapat rohnya kethek itu yang sulit,” sebut Guntur.

Masih kata Guntur, seringkali orang berdatangan untuk mempelajari bentuk tari Kethek Ogleng. Paling banyak mereka datang dari mahasiswa seni dari ISI Solo atau Yogyakarta.

“Kalau dipelajari saja ya bisa, namun untuk mendapatkan rohnya yang sulit. Mendapatkan ekspresi itu yang sulit. Harus bisa lincah, ngeroll, koproll, loncat. Harus punya stamina yang kuat,” paparnya.

Adapun saat pentas tari Kethek Ogleng minimal memerlukan alat musik demung saron, slenthem, kendang, gong, dan terkadang tambahan suling dan sinden untuk melodinya.

Dengan jumlah lima orang, minimal harus ada dua penari yang berperan sebagai Endang Roro Sitompe dan Kethek Ogleng jelmaan Panji Asmorobangun.

“Itu yang menjadi pedoman saya, jadi kalau kolosal memang banyak harus menggunakan pengrawitan banyak. Tapi saya selalu eksis untuk menampilkan tarian Kethek Ogleng. Ya pentilan, sendra tari, kolosal,” sebut Guntur.

Kata Pemda Kediri

Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Kediri, Zachrie Ahmad mengatakan, memang perlu kajian lebih lanjut untuk melihat apakah tari Kethek Ogleng asal Kota Kediri atau bukan.

Perlu jejak sejarah atau cerita rakyat yang timbul dari masayarakat, untuk membuktikan kebenaran asal mula tari Kethek Ogleng.

Masih kata Zachrie, data tarik masyarakat kepada tarian tersebut juga bakal menjadi pertimbangan untuk ditetapkan menjadi tari lokal.

“Kalau tari Kethek Ogleng belum ada  bukti peninggalannya, tidak boleh sepihak,” ujar Zachrie.

Meskipun begitu, Zachrie turut bangga karena masih ada pegiat seni yang masih melestarikan tari Kethek Ogleng di Kota Kediri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *