Metaranews.co, Kota Surabaya – Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur, Khusnul Arif, mendukung penuh rencana menjadikan Bandara Dhoho sebagai embarkasi dan debarkasi haji untuk wilayah Kediri dan sekitarnya.
Namun, Mas Pipin – sapaan karib Khusnul Arif – juga menyoroti tantangan yang harus segera diatasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, agar bandara ini dapat beroperasi optimal, baik untuk penerbangan domestik maupun internasional.
Pernyataan ini muncul di tengah kabar bahwa bandara tersebut telah resmi berstatus internasional sejak awal Agustus 2025, meski operasionalnya sempat mandek sejak bulan Mei 2025 lalu.
Mas Pipin sangat mengapresiasi Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang telah mensurvei Bandara Dhoho secara langsung, didampingi perwakilan dari PT Surya Dhoho Investama, Direktur STAI, serta Kemenag Kota dan Kabupaten Kediri.
“Tentunya saya sangat setuju, mendukung, dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah yang melalui Badan Penyelenggara Haji (BPH), yang mana telah berinisiasi menjadikan Bandara Dhoho sebagai salah satu bandara embarkasi dan debarkasi haji di Jawa Timur,” ujarnya.
Menurut Mas Pipin, rencana menjadikan Bandara Dhoho sebagai embarkasi dan debarkasi haji sebenarnya telah lama mengemuka, dan masyarakat Kediri telah banyak yang mengetahuinya.
Akan tetapi, harapan tersebut belum sepenuhnya terwujud, bahkan kondisi bandara “agak” memprihatinkan akhir-akhir ini, karena sudah beberapa bulan tidak beroperasi akibat okupansi yang rendah.
Mas Pipin pun berharap inisiatif dari BPH untuk menjadikan Bandara Dhoho sebagai embarkasi dan debarkasi haji bisa menghidupkan kembali operasional penerbangan yang sempat terhenti.
“Saya harap ini juga bisa menjadi bagian dari upaya menghidupkan kembali operasional penerbangan bandara, yang sudah lama tidak ada penerbangan,” tambahnya.
Rencana embarkasi haji di Bandara Dhoho semakin matang setelah peninjauan oleh BPH pada akhir Juli 2025, termasuk pengecekan rumah sakit penyangga seperti lima RS di sekitar Kediri.
Pemkab Kediri juga telah menyiapkan lahan seluas lima hektare di dekat bandara untuk pembangunan fasilitas penginapan bagi calon jemaah haji dan umrah, yang diharapkan mendukung transit sebelum keberangkatan.
Persyaratan layanan embarkasi haji, kata Mas Pipin, membutuhkan proses panjang, termasuk harus memenuhi syarat teknis dan administratif seperti ketersediaan hotel, penginapan, asrama haji, serta fasilitas pendukung lainnya.
“Butuh proses yang harus dilengkapi syarat-syarat yang harus dipenuhi, baik syarat teknis maupun syarat administratif. Di antaranya mungkin sebagai syarat adanya hotel, adanya penginapan, adanya asrama haji, dan tentunya kelengkapan pendukung lainnya,” jelasnya.
Mas Pipin menilai fasilitas seperti rumah sakit di Kediri sudah lengkap, akses jalan menuju bandara juga dapat dipenuhi, dan hotel-hotel di sekitar wilayah cukup untuk menampung jemaah yang transit.
“Kemudian bicara akses jalan menuju bandara insyaallah bisa dipenuhi. Kemudian bicara hotel juga banyak yang ada di Kota maupun Kabupaten Kediri, karena ada potensi jemaah ini pasti akan transit dulu atau nginap dulu di seputaran Kediri, sebelum berangkat maupun balik atau pulang lagi,” tuturnya.
Tantangan Pemprov Jatim
Meski optimis, Mas Pipin menekankan perlunya kajian komprehensif dan menyeluruh untuk memastikan operasional bandara berjalan lancar.
Kajian ini harus melibatkan praktisi, akademisi, stakeholder, maskapai penerbangan, kepala daerah dari 13 kabupaten/kota sekitar Kediri, serta TNI Angkatan Udara sebagai pengampu lalu lintas udara di area tersebut.
“Perlu kajian secara komprehensif dan menyeluruh melibatkan praktisi, akademisi, stakeholder, dan maskapai. Nah, maskapai ini penting untuk meramaikan penerbangan, maka maskapai ini harus berperan aktif untuk diajak diskusi,” katanya.
Tantangan utama mencakup peningkatan okupansi penerbangan, yang saat ini rendah dan menyebabkan penghentian sementara rute domestik sejak Mei 2025.
Selain itu, bandara perlu infrastruktur pendukung seperti renovasi akses tol dan jalan, serta pemetaan rute potensial untuk domestik dan internasional, termasuk penerbangan haji.
Selanjutnya, Mas Pipin juga menyoroti potensi pertumbuhan wisata, industri, dan ekonomi di wilayah sekitar, yang memerlukan perencanaan matang agar tidak terhenti seperti sekarang.
Ia juga tidak segan mengkritik kemandekan operasional Bandara Dhoho, yang telah menghabiskan anggaran triliunan rupiah namun kini sepi tanpa penerbangan.
Mas Pipin menyebut pemerintah provinsi kurang proaktif dalam mendukung operasional Bandara Dhoho, meski bandara ini dibangun melalui skema KPBU swasta tanpa APBN.
“Jangan sampai upaya yang sudah dilakukan mulai persiapan awal dulu kemudian terhenti karena okupansi sangat kurang, sehingga penerbangan di Dhoho ini terhenti beberapa bulan,” tegasnya.
Kritik ini sejalan dengan suara pengamat dan masyarakat yang menuntut Pemprov Jatim lebih serius dalam menyediakan dukungan, seperti pemetaan rute dan infrastruktur pendukung, agar bandara tidak terancam mangkrak.
Politikus Partai NasDem ini menekankan bahwa bukan hanya perubahan status menjadi internasional yang penting, melainkan bagaimana Bandara Dhoho bisa beroperasi maksimal untuk melayani domestik dan internasional.
“Tetapi lebih dari itu, tidak hanya status, tapi lebih dari itu. Bahwa yang terpenting adalah bagaimana Bandara Dhoho yang sudah menghabiskan anggaran triliunan ini bisa beroperasi. Bisa melayani penerbangan domestik. Okupansi bisa meningkat,” sebutnya.
Untuk itu, Mas Pipin meminta campur tangan pemerintah pusat, daerah, dan partisipasi publik untuk memaksimalkan potensi bandara ini.
“Sehingga Bandara Dhoho tidak sepi, dan ini perlu campur tangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga partisipasi publik supaya ini bisa berjalan dengan maksimal,” bebernya.
Dengan adanya dukungan ini, diharapkan Bandara Dhoho dapat segera menjadi lokomotif ekonomi selatan Jawa Timur, termasuk untuk penerbangan haji mulai tahun depan.