Konsep Childfree Jadi Topik Hangat, Berawal dari Norma Publik Eropa Tahun 1500-an

konsep childfree
Ilustrasi anak-anak. (Freepik)

Metaranews.co, HiburanMenyelami lebih dalam konsep childfree yang akhir-akhir mulai menjadi topik hangat karena dibahas oleh YouTuber, Gitasav.

Sebenarnya, apa itu konsep childfree, dan mengapa bisa menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Bahasan ini pun sampai membuat Wakil Presiden Indonesia, KH Ma’ruf Amin ikut menanggapi.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, dalam dua tahun terakhir di Indonesia, konsep childfree menjadi perbincangan publik. Sesuai dengan namanya, konsep ini diputuskan oleh pasangan tersebut untuk tidak memiliki anak dalam pernikahannya.

Setiap pasangan tentunya memiliki alasan tertentu ketika tidak ingin memiliki anak dalam hubungan pernikahannya. Tidak ada yang benar atau salah.

Namun yang pasti keputusan untuk tidak memiliki anak harus menjadi keputusan bersama pasangan.

Sebagai sebuah konsep, menelusuri sejarah bebas anak merupakan pekerjaan yang menantang. Karena keputusan untuk tidak memiliki anak selalu ada seiring dengan sejarah manusia itu sendiri.  Banyak keluarga memiliki keputusan ini, dan itu tidak tercatat dalam sejarah.

Riset Sejarawan Perihal Konsep Childfree

konsep childfree
Ilustrasi anak-anak. (Freepik)

Sejarawan Rachel Chrastil di Washington Post menyebutkan bahwa childfree memiliki arti yang berbeda di masa lalu.  Yaitu, didefinisikan sebagai perempuan, menikah atau tidak, yang tidak ingin membesarkan anak.

Ini adalah norma di perkotaan dan pedesaan Eropa pada awal tahun 1500-an.  Hal ini biasanya terjadi pada wanita yang lebih memilih karir daripada menikah muda, seperti kebiasaan wanita pada saat itu.

Mereka yang memilih untuk bekerja hanya fokus pada karir mereka. Meski memutuskan untuk menikah, tidak pernah terpikir oleh mereka untuk memiliki anak.

Kecenderungan ini berlangsung lama.  Namun, secara statistik jumlahnya masih jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang memiliki anak.

Namun, dalam penyelidikan Rachel, keputusan tanpa anak yang ditandai dengan menurunnya angka kelahiran terjadi pada tahun 1800-an di Eropa dan Amerika Serikat.

Hal ini tentunya disebabkan oleh pesatnya industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.  Saat ini perempuan sudah memasuki industri, sehingga mereka cenderung nyaman hidup sendiri karena sudah memenuhi standar hidup yang lebih baik.  Meski sudah menikah, keputusan untuk tidak memiliki anak tetap tak tergoyahkan.

Sementara itu, menurut Donald T. Rowland dalam “Historical Trends in Childlessness” (Journal of Family Issues, 2007), bebas anak pada tahun 1800-an hingga 1900-an tidaklah kontroversial.

Karena mereka tinggal di lingkungan keluarga besar yang selalu ramai. Bahkan jika tidak ada anak, itu tidak akan menjadi masalah. Hal ini tentu saja berbeda dengan hari ini.

Bagaimana dengan Indonesia?

Ketika keputusan untuk bebas anak meningkat di Barat pada tahun 1800-an, tidak demikian halnya di Indonesia.

Sebab, di Indonesia saat itu ada filosofi “Banyak Anak, Banyak Rezeki”. Jelas, filosofi ini bertentangan dengan konsep childfree. Filosofi ini bermula dari cultuurstelsel atau tanam paksa yang terjadi pada tahun 1830-1870.

Adanya kewajiban ini membuat masyarakat adat memiliki banyak anak.  Sebab, semakin banyak anak berarti tenaga kerja juga bertambah. Artinya, semakin banyak keuntungan yang Anda dapatkan.

“Jumlah demografis yang tinggi ternyata memang disengaja untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang besar di pabrik agroindustri, khususnya tebu dan kopi, yang dibutuhkan petani,” tulis sejarawan Peter Boomgard dalam Children of the Colonial State: Population Growth  dan perkembangan ekonomi di Jawa, 1795-1880.

Beranjak dari sini, tak heran jika dulu banyak orang tua yang memiliki lebih dari 10 anak. Perlahan, pandangan ini terus mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia hingga Indonesia merdeka pada tahun 1945 yang mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama.

Barulah saat alat kontrasepsi diperkenalkan dan polanya berubah dari agraris menjadi industri sejak tahun 1960-an. Karena perubahan itu, seperti pola yang terjadi di Eropa dan AS sebelumnya, konsep childfree mulai menyebar luas.

Mengudara Kembali Usai Dibahas YouTuber

Gitasav, influencer dan Youtuber Indonesia yang tinggal di Jerman, kembali terlibat kontroversi. Sebelumnya, Gita Savitri sendiri sempat mencanangkan keputusannya untuk tidak memiliki anak setelah menikah atau bebas anak yang sempat menimbulkan polemik.

Masih dari perbincangan tentang childfree, Gitsav kembali menjadi sorotan karena mengisyaratkan bahwa salah satu rahasia awet mudanya adalah tidak memiliki anak.  Jawaban ini diberikannya saat membalas komentar netizen yang menyebutnya ‘muda’.

Konsep ini sejatinya sudah ada sejak tahun 80-an, namun, kembali ramai jadi perbincangan masyarakat ketika isu ini  kembali diangkat oleh influencer.

Influencer tersebut, mempercayai jika dengan keputusan untuk tidak mempunyai anak, bisa membuat awet muda. Bagaimana menurutmu?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *