Melimpahnya Lulusan Universitas dan Angka Pengangguran yang Tinggi di Indonesia

Angka pengangguran
Ilustrasi mencari pekerjaan. (Pexels)

Metaranews.co, Hiburan – Mengapa angka pengangguran di Indonesia masih tinggi?

Survey Sakernas Angkatan Kerja Nasional yang dirilis oleh BPS ada tahun 2022, menunjukkan jumlah pengangguran terbuka di Indonesia berada di angka 8,4 jiwa.

Bacaan Lainnya

Melansir YouTube Pinter Politik, hampir satu juta diantaranya merupakan lulusan sekolah tinggi. Dari angka itu, sebanyak 673,4 ribu merupakan lulusan universitas. Dan sebanyak 159,49 ribu merupakan lulusan akademi atau diploma.

Angka-angka ini hanyalah puncak gunung es, karena disisi lain, ada juga faktor timpangnya jumlah lulusan dengan lowongan kerja yang tersedia.

Contohnya, pada tahun 2022, data Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mencatat, ada 1,85 juta mahasiswa yang lulus kuliah. Sementara, jumlah lowongan kerja hanya 59.276.

Jumlah lowongan kerja pada tahun 2022 itu jauh merosot dari tahun sebelumnya yang mencapai 507.799 lowongan. Kalaupun pada tahun 2022 jumlah lowongan nya tidak menurun, tetap saja masih ada 1,3 juta lulusan yang tidak bekerja alias menganggur.

Dari contoh yang sudah dipaparkan, ini merupakan masalah yang timbul karena tidak ada nya link and match. Apa itu link and match?

Konsep ini sejatinya bukan hal baru di Indonesia. Pada zaman orde baru, Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan yang menjabat 1993-1998 sudah lebih dulu mempopulerkan istilah ini.

Dengan fakta dimana konsep link and match sudah diusahakan sejak zaman Presiden Soeharto, ini memunculkan pertanyaan dan ganjalan yang membuat sistem ini tidak berjalan.

Mungkin, alasan utamanya adalah, kampus dan industri yang sulit untuk bekerjasama.

David Casado Lopez dan Johannes Fussenegger peneliti dari Jonkoping University, dalam penelitiannya yang diberi judul, ‘Challenges ini University-Industry Collaborations’ menyebutkan setidaknya ada tiga alasan mengapa universitas dan industri sulit untuk bersinergi.

Alasan pertama adalah perbedaan tujuan. Industri mempunyai tujuan sederhana, yakni profit atau keuntungan.

Industri memandang penting teori dari sejauh mana kemampuannya untuk diterapkan dan mengahasilkan keuntungan.

Sementara kampus, memiliki idealisme sebagai tempat belajar. Tidak banyak mata kuliah di kampus yang mengajarkan bagaimana cara mendapatkan uang.

Alasan kedua, penelitian yang dilakukan industri memiliki tujuan komersial dan sangat ketat menjaga kerahasiaan kajiannya.

Sementara kampus, ingin penelitiannya disebarluaskan sebanyak mungkin. Kampus juga cenderung anti dengan tujuan-tujuan komersial.

Alasan ketiga, industri memiliki tujuan profit jangka pendek. Industri juga ingin sebuah penelitian dilakukan dalam waktu cepat.

Berbeda dengan kampus yang melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lama karena mengejar kedalaman serta ketajaman analisis.

Perbedaan-perbedaan yang sudah dijelaskan, sudah pasti memunculkan paradigma yang sangat berbeda. Masing-masing pihak merasa bahwa tujuannya lah yang paling penting dan akhirnya mendorong setiap pihak menjadi yang terbaik satu sama lain.

Kampus dan industri kerap kali terjebak dalam sikap inklusif satu sama lain. Keduanya memiliki ego sektoral masing-masing

Sementara itu, jumlah pengangguran terbanyak di Indonesia, BPS melaporkan menempati urutan pertama Jawa Barat (8,31 persen), Kepulauan Riau (8,23 persen), Banten (8,09 persen), DKI Jakarta (7,18 persen), dan Maluku.  (6,88 persen).

Kemudian, Sulawesi Utara (6,61 persen), Sumatera Barat (6,28 persen), Aceh (6,17 persen), Sumatera Utara (6,16 persen), dan Kalimantan Timur (5,71 persen).

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Agustus 2022 mencapai 5,86 persen.  Jika dirinci, ada 8,42 juta pengangguran yang tersebar di seluruh Indonesia.  Dengan begitu, dari 100 orang angkatan kerja ada sekitar 6 orang yang menganggur.

Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 5,93 persen laki-laki yang menganggur dan 5,75 persen perempuan. Meski begitu, BPS mencatat TPT tahun 2022 menurun dibanding Agustus 2021, yakni 0,81 persen untuk laki-laki dan 0,36 persen untuk perempuan.

Jika dilihat menurut kelompok umur, penduduk umur 15-24 tahun tercatat dalam kategori TPT sebesar 20,63 persen pada tahun 2022.

Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan penduduk umur 25-29 tahun (3,36 persen) dan 60 tahun ke atas (2,85 persen).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *