Perjalanan Sunan Bonang, Menyebarkan Ajaran Islam dengan Gamelan dan Tembang Lagu

Sunan Bonang
Ilustrasi foto sunan Bonang. (Instagram @tubanmbiyen)

Metaranews.co, Jawa Timur – Perjalanan Sunan Bonang, menyebarkan ajaran Islam dengan Gamelan dan tembang lagu.

Berkembangnya ajaran Islam di Indonesia tidak lepas dari peranan para pendakwah yang mati-matian untuk mengajarkan masyarakat pribumi tentang syariat Islam.

Bacaan Lainnya

Agama Islam sendiri masuk di abad ke-7 meskipun penyebabnya baru masih di abad ke-12. Butuh waktu lama dan banyak proses, menyebarkan ajaran Islam ini.

Sunan Bonang
Ilustrasi foto sunan Bonang. (Instagram @tubanmbiyen)

Beberapa tokoh yang terkenal dalam menyebarkan ajaran Islam khususnya di tanah Jawa ialah Walisongo. Sembilan wali yang mempunyai tugas untuk mengajarkan masyarakat pribumi syariat Islam.

Berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan akulturasi budaya. Salah satu wali yang melakukan hal itu ialah Sunan Bonang.

Sunan Bonang merupakan salah satu Walisongo yang terkenal dengan dakwahnya. Sunan Bonang lahir pada tahun 1465 dan wafat pada usia 60 tahun atau tepatnya pada tahun 1525.

Ayahnya juga salah seorang Walisongo yaitu Sunan Ampel. Sedangkan ibunya adalah putri dari Arya Teja, Bupati Tuban, yaitu Nyai Ageng Manila. Sejak kecil, ia telah mengenyam pendidikan nilai-nilai Islam.

Kecerdasan dan keuletannya dalam mencari ilmu membuatnya menjadi sosok yang menguasai banyak hal. Mulai dari ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, hingga ilmu bela diri seperti pencak silat.

Sunan Bonang sebenarnya bukan nama sebenarnya. Nama aslinya adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim. Penamaan Sunan Bonang ternyata ada asal usulnya.

Raden Maulana Makdum Ibrahim yang gemar berdakwah dengan menyisipkan unsur kesenian menciptakan alat musik tradisional yang mirip dengan gong, hanya saja bentuknya kecil karena hanya seukuran piring.

Alat musik tersebut kemudian diberi nama dengan nama alat musik bonang. Sekarang orang lebih suka menyebutnya dengan nama gamelan Jawa. Awalnya, alat ini memiliki enam buah gong kecil yang diletakkan di atas rangka kayu, namun kini jumlahnya bisa lebih dari enam buah karena jumlahnya sudah belasan.

Julukan sebagai Sunan Bonang.

Sunan Bonang berdakwah dengan menggunakan musik yang dimainkan melalui gamelannya. Ini bukan tanpa alasan. Ia memilih berdakwah dengan musik agar mudah diterima masyarakat Jawa saat itu tanpa ada paksaan.

Perjalanan dakwahnya dimulai dari kota Kediri, Jawa Timur. Saat itu beliau mendirikan sebuah langgar atau musala yang terletak di tepi sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal.

Usai berdakwah di sana, Sunan Bonang kemudian melanjutkan dakwahnya ke Demak, Jawa Tengah. Selama di Demak, ia tinggal di Desa Bonang. Konon, dia juga mendapat julukan Sunan Bonang karena sudah lama tinggal di desa ini.

Untuk berdakwah di pulau Jawa tentunya tidak mudah karena pada masa itu masyarakat Jawa memiliki adat istiadat yang sangat kental dan sebagian besar masih menganut unsur kejawen.

Sunan Bonang tidak mudah menyerah. Ia melihat masyarakat Jawa sangat tertarik dengan dunia kesenian sehingga dari sinilah muncul ide untuk membuat alat musik yang kemudian diberi nama alat bonang.

Saat hendak memulai dakwahnya, Sunan Bonang akan memainkan gamelan bonang agar terdengar merdu dan mampu menarik perhatian banyak orang.

Sambil memainkan alat musik, ia akan menyanyikan tembang atau tembang yang mengandung ajaran Islam. Dari sinilah masyarakat setempat lambat laun tertarik mempelajari Islam.

Selain menggunakan gamelan, Sunan Bonang juga sering berdakwah menggunakan wayang. Tentu dalam pertunjukan wayang tersebut akan disisipkan cerita dan ajaran Islam di dalamnya.

Selain gamelan, ada sebuah lagu yang diciptakan, yang sampai hari ini masih terus bisa didengarkan. Lagu tersebut berjudul Tombo Ati, yang terlintas di benak kita adalah lagu yang dinyanyikan oleh Opick.

Meski dinyanyikan oleh Opick, lagu Tombo Ati sebenarnya diciptakan oleh Sunan Bonang. Tombo Ati adalah lagu tradisional Jawa yang ditulis oleh Sunan Bonang. Dia menciptakan lagu ini adalah untuk berdakwah.

Oleh karena itu dalam liriknya banyak ajaran Islam yang diajarkan. Mulai dari ajaran melaksanakan sholat tahajud, membaca Al Qur’an, puasa, hingga sholat malam untuk menenangkan hati dan pikiran.

Selain gamelan bonang dan tembang tombo ati, ternyata ia juga memiliki karya sastra berjudul Suluk Wujil. Karya sastra ini diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di Indonesia.

Hal ini dikarenakan dalam karya sastra ini terdapat banyak pesan tentang kehidupan antar manusia, kehidupan budaya di Jawa dan Indonesia, dan tentunya kehidupan beragama.

Suluk Wujil ini dibuat antara abad ke-15 dan ke-16. Uniknya, karya sastra ini berupa lagu atau lirik lagu. Awalnya, Suluk Wujil ini disimpan di Universitas Leiden, Belanda.

Namun setelah Indonesia merdeka, naskah tersebut dipindahkan ke Museum Nasional yang kini bernama Perpustakaan Nasional Jakarta.

Begitulah sejarah singkat perjalanan salah satu Walisongo ini dalam menyebarkan ajaran Islam lewat caranya. Menggunakan cara tradisional, akulturasi budaya dan menggunakan alat musik seperti Gamelan serta tembang lagu.

Cara ini terbukti ampun untuk mengajak masyarakat kala itu memeluk ajaran Agama Islam. Semoga informasi ini bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *