Rebo Wekasan: Tradisi Mohon Perlindungan Allah di Rabu Terakhir Safar

ilustrasi pria dan putri muslim berdoa (unsplash)
ilustrasi pria dan putri muslim berdoa (unsplash)

Metaranews.co, Kalam – Rebo Wekasan merupakan tradisi masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura. Hingga saat ini tradisi tersebut masih dilakukan di berbagai daerah dengan tujuan untuk mengusir kejahatan atau kesialan.

Sesuai dengan namanya, Rebo Wekasan berarti hari Rabu terakhir di bulan Safar dalam penanggalan Islam. Oleh karena itu, masyarakat setempat meyakini perlunya adanya ritual untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT.

Bacaan Lainnya

Mengutip buku Kitab Doa Tolak Balas karangan Siti Nur Aidah, disebutkan bulan Safar identik dengan peralihan cuaca yang kurang baik. Karenanya, tradisi Rebo Wekasan ini dianggap mampu menangkal bala atau bencana di daerahnya.

Mengutip situs resmi Desa Suci Kabupaten Gresik, mengenai sejarah Rebo Wekasan sendiri sudah ada sejak masa penyebaran agama Islam di Indonesia.

Masyarakat Jawa percaya bahwa hari Rabu terakhir bulan Safar adalah hari naas menurut kepercayaan Yahudi kuno.

Kemudian pada tahun 1602, tepatnya di bulan Safar, beredar kabar mengenai rencana penjajahan Belanda di Pulau Jawa. Masyarakat kemudian melakukan serangkaian ritual untuk menolak kedatangan penjajah dan berkembang menjadi tradisi.

Pandangan Islam Mengenai Tradisi Rebo Wekasan

Tradisi Rebo Wekasan menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan karena dianggap tidak ada dalil khusus. Meski begitu, Syekh Abdul Hamid Kudus dalam kitab Kanzun Najah was Surur menyatakan bahwa,

“Allah menurunkan ratusan ribu jenis musibah dan kesialan pada hari Rabu terakhir bulan Safar,” hal ini menjadi dasar dilakukannya ritual tersebut.

Di samping itu, dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Nabi SAW bersabda:

“Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, hadis ini merupakan jawaban Rasulullah SAW terhadap tradisi-tradisi yang berkembang pada masa jahiliyah. Ibnu Rajab menulis:

Maksud hadits di atas, orang-orang jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Safar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut.
Mengutip dari NU Online, sakit atau sehat, musibah atau keselamatan, semuanya kembali pada kehendak Allah SWT. Penularan hanyalah sarana untuk melaksanakan takdir Tuhan.

Ritual-ritual tersebut tidak ada tuntunan dalam Islam, namun nilai-nilai yang terkandung dalam beberapa ritual masih mempunyai sisi keislaman. Misalnya salat Rebo Wekasan dilakukan dengan niat mutlak salat sunah, bukan niat khusus salat Rebo Wekasan.

Namun di sisi lain, tradisi ini juga merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT agar terhindar dari bencana. Sebab, Allah Maha Adil dan selalu menjaga keseimbangan alam, jika hamba-Nya baik maka alam akan stabil, begitu pula sebaliknya.

Pos terkait