Metaranews.co, Kediri – Kediri selain terkenal dengan makanan khas, Batik, wisata baik alam maupun wisata buatan, rupanya juga memiliki segudang kesenian lampau yang masih eksis hingga saat ini.
Tak hanya sekedar pertunjukan, kesenian-kesenian tersebut kaya akan makna filosofis.
Berikut beberapa kesenian Kediri yang masih eksis hingga saat ini.
Kesenian Kuda Lumping
Kesenian Kuda Lumping atau di Kediri lebih dikenal dengan nama Jaranan adalah kesenian yang muncul sejak era kerajaan di abad ke 11.
Jaranan sendiri menceritakan tentang sekelompok pasukan yang hendak berperang melawan salah satu ksatria asal Blitar.
Beberapa tarian dalam jaranan kediri antara lain;
Tarian kuda kepang, penari dibagian ini menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan kuda. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada panjang jathilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
Tarian Celeng, penari dibagian ini menggunakan kulit hewan bisa juga menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan babi. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada jpanjang athilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
Topeng Barongan Singo Barong, penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Sembryong Ponoragan atau Celana Serembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
Topeng Barongan Kucingan alias Klono sewandono, penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Serembyong Ponoragan atau Celana Srembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
Kesenian Pencak Dor
Pencak Dor merupakan sebuah kesenian tarung bebas Pencak Silat. Kesenian ini mulanya berkembang di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri pada tahun 1960. Kesenian itu diinisiasi oleh KH Ma’sum Djauhari.
Kata Pencak mengacu pada gerakan pencak silat yang dipakai petarungnya, sedangkan Dor berasal dari alat musik jidor yang mengiringi jalannya pertandingan.
Sepanjang pertandingan, Salawat Badar yang diiringi oleh seni musik jidor tidak pernah berhenti dilantunkan. Selain untuk meredam emosi, salawat juga berfungsi untuk menegaskan identitas Pesantren Lirboyo yang merupakan asal dari bela diri tersebut.
Kesenian ini hingga saat ini masih eksis di Kota Kediri, sebelum adanya pandemi, kesenian ini sering kali diadakan. Terahir kesenian ini sempat diadakan oleh Pemrintah Kota Kediri untuk memperingati HUT Kota Kediri.
Kesenian Tiban
Tiban merupakan rangkaian upacara ritual sakral, bertujuan untuk meminta hujan ketika kemarau panjang. Dalam perkembangannya, Tiban berubah menjadi sebuah kesenian pertunjukan.
Dalam kesenian Tiban, pemain disambar dengan cemeti yang terbuat dari lidi aren. Setelah berlangsung, pemain mengalami luka berdarah dan kulit mengelupas. Setelah dilumuri ramuan dari pawang, tidak lama luka mengering.
Biasanya kesenian ini dilangsungkan saat musim kemarau berkepanjangan.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri menetapkan kesenian Tiban sebagai budaya khas Kabupaten Kediri.
Tarian Ketek Ogleng
Tari Ketek Ogleng merupakan tarian khas Kediri yang menceritakan tentang kisah percintaan Raden Pandji Asmoro Bangun dengan Dewi Kilisuci.
Tarian ini adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek (kera).
Tari Kethek Ogleng dipentaskan oleh 3 penari wanita dan seorang penari laki-laki sebagai manusia kera. Tari diawali dengan ketiga penari wanita masuk panggung terlebih dulu, kemudian 2 penari berlaku sebagai dayang-dayang dan seorang penari memerankan sebagai putri Dewi Sekartaji, Putri Kerjaan Jenggala. Sedangkan seorang penari laki-laki berperan sebagai Raden Panji Asmorobangun dari kerajaan Dhaha Kediri.