Kemenkes Catat 475 Orang Meninggal karena DBD Sepanjang 2024

DBD
Ilustrasi nyamuk Aides Aegypty (pxhere)

Metaranews.co, News – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sepanjang tahun 2024 terus meningkat menurut pantauan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Tercatat hingga pekan ke-15 tahun 2024, jumlah kasus demam berdarah denguae (DBD) sebanyak 62 ribu kasus disertai dengan 475 kematian.

Bacaan Lainnya

Adapun beberapa daerah dengan kasus demam berdarah terfokus pada Kabupaten Tangerang dengan 2.540 kasus, Kota Bandung dengan 1.741 kasus, dan Kabupaten Bandung Barat dengan 1.422 kasus. Namun, tidak ketinggalan Kabupaten Lebak dengan 1.326 kasus dan Kota Depok dengan 1.252 kasus.

epala Biro Komunikasi Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan dan penanganan DBD.

Dia mengungkapkan bahwa meskipun DBD dapat diobati, namun komplikasi serius seperti Dengue Shock Syndrome (DSS) masih menjadi ancaman yang berpotensi mematikan.

DSS dapat terjadi ketika penanganan terhadap DBD terlambat atau tidak memadai. Beberapa tanda-tanda peringatan yang harus diwaspadai termasuk muntah berulang, nyeri perut hebat, kulit pucat di tangan dan kaki, lemahnya detak jantung, serta gejala gelisah dan lesu.

Melansir laman National Institute of Health, demam berdarah yang tidak parah ditandai dengan timbulnya demam tinggi secara tiba-tiba yang disertai dengan salah satu dari gejala berikut:

  • ruam
  • nyeri hebat
  • nyeri atau rasa tidak nyaman di perut
  • muntah terus menerus
  • kelesuan
  • gelisah

Sedangkan saat sudah sudah menjadi parah, demam berdarah dikenal sebagai dengue shock system (DSS) yang ditandai oleh kebocoran plasma dan pendarahan yang parah. Gejala ini bisa menyebabkan pembengkakan hati, penurunan kesadaran, dan miokarditis.

Kebocoran plasma yang parah ditunjukkan oleh peningkatan atau penurunan hematokrit, cairan di paru-paru atau perut yang menyebabkan kesulitan bernapas, dan sindrom syok dengue.

DSS merupakan penyebab utama masuk rumah sakit dan kematian pada anak-anak. Jika tidak diobati, risiko kematian bisa mencapai 20 persen. Dengan penanganan kasus yang tepat, angka kematian bisa dikurangi menjadi kurang dari 1 persen.

Pos terkait