Metaranews, Kediri– Dikenal sebagai Kota Tahu, ternyata tidak membuat adanya jaminan pasokan kedelai lokal Kediri. Bahkan, tahun lalu produksi kedelai di Kabupaten Kediri hanya mencapai 105 ton. Padahal, di Kabupaten Kediri ada 101 pengrajin tempe, tahu, dan jajanan yang berbahan baku kedelai. Data dari Dinas Peedagangan Kabupaten Kediri, para produsen olah kedelai ini tiap bulannya membutuhkan 30 ton.
Badan Pusat Statistika (BPS) pada 2020 mencatata tidak ada petani yang menanam tanaman kedelai. Tidak adanya kedelai yang ditanaman tersebut disebabkan nilai ekonominya masih rendah dibanding komoditas tanaman lain.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Dispertabun) Tri Retnani Yeni Astuti membenarkan terkait rendahnya produksi kedelai di Kabupaten Kediri. Ia menerangkan bahwa pada 2020 tidak ada petani yang menanam kedelai. Sedangkan 2021, menurut Yeni ada 50 hanya 50 hektar lahan yang ditanam kedelai dengan perolehan hasil sekitar 105 ton.
“Tahun 2021 hanya ada 1 kelompok tani di Kecamatan Mojo dengan luasan 50 Hektar, sedangkan di tahun 2022 ini dengan kelompok yang sama tanamnya masih pada bulan Juli dan Agustus,” ungkapnya.
Yeni menilai petani enggan dengan tanaman famili leguminose tersebut rendahnya nilai jual dibanding komoditas yang lain seperti tanaman jagung. Untuk kedelai, kata Yeni, perhektarnya hanya menghasilkan 2 ton dengan harga Rp 8.500 pekilogram. Totalnya, petani diperkirakan mendapatkan Rp 20 juta tiap hektarnya. Sedangkan, komoditas jagung perhektar mencapai 7 ton dengan pendapatan paling sedikit Rp 28 juta.
“Sehingga petani lebih memilih tanaman jagung daripada kedelai, bukan berarti lahan kosong, cumak di tanamani komoditas lain,” tambahnya.
Upaya pemerintah, imbuh Yeni, peningkatan produksi kedelai di Kabupaten Kediri terus dilakukan dengan memberikan bantuan kepada petani berupa paket benih, Mikoriza, pupuk kimia, dan pupuk hayati.
Akan tetapi, dinasnya terkendala minimnya respon petani yang mau menanam kedelai. Sehingga produksi kedelai di Kediri masih tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar.
“Petani tidak mau kalau mandiri, sebab nilai hasilnya masih lebih rendah,” pungkasnya. (Tyo)