Metaranews.co, Kediri- Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri berhasil mempertahankansebagaiKota Toleran di Indonesia. Ibarat seorang pengrajin tahu, Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar, paham betul resep untuk membuat masyarakat Kota Kediri dalam menjaga toleransi. Salah satu kuncinya ialah berdialog untuk menyelesaikan perbedaan di tengah masyarakat.
Kecakapan Mas Abu, sapaannya, meracik Kota Kediri seperti seorang pengrajin tahu yang mengolah makanan olahan kedelai itu. Begitulah yang mungkin dilakukan Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar. Selama dua tahun berturut-turut, Kota Kediri berhasil mempertahankan peringkat 10 besar sebagai Kota Toleran di Indonesia.
Adanya keragaman penduduk dan pelayanan Pemkot Kediri, SETARA Institute menobatkan Kota Kediri sebagai Kota Toleran di Indonesia. Secara pemeringkatan, Kota Kediri turun menjadi peringkat ke-10 pada 2021. Sedangkan, pada 2020 Kota Kediri bertengger di peringkat ke-8. Namun, secara kinerja atau skor justru mengalami peningkatan dari 5.583 menjadi 5733.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasan, menerangkan bahwa masyarakat Kota Kediri perlu bangga dengan apa yang dilakukan Pemkot Kediri. Dikarenakan, Pemkot Kediri dapat mempertahankan Indeks Kota Toleran.
“Kota Kediri secara kuantitatif tetap berada di 10 besar, artinya masih memiliki skor rata-rata tinggi. Kalau dilihat dari kinerja atau skor, tahun lalu dibanding tahun ini meningkat untuk Kota Kediri, namun kota lain peningkatannya lebih tinggi. Namun Kota Kediri tetap di 10 besar jadi penurunan satu atau dua peringkat itu tidak signifikan”, kata Ismail Hasani memberi penjelasan langsung, Rabu (30/3) malam.
“Perbedaan skor dari satu kota dengan kota lain juga sebenarnya pada angka yang tipis. Saya kira masyarakat Kota Kediri layak bangga dengan capaian dari Pemerintah Kota. Karena kami tidak mencatat ada persoalan serius di Kota Kediri sehingga tidak keluar dari 10 papan atas,” tambah Ismail Hasani.
Dalam penilaian SETARA Institute, Kota Kediri dinilai mempunyai tata kelola yang lebih insklusif karena beberapa regulasi hukum yang menjadi kondusivitas masyarakat.
“Pelembagaan tata kelola pemerintahan yang lebih inklusif itu bisa menjadi pilihan, dituangkan dalam bentuk regulasi ditingkat lokal seperti Perda, ini menjadi bobot penilaian yang besar. Karena bobot produk hukum yang (menjamin kondisi) kondusif itu memiliki bobot nilai 20 persen,” jelasnya.
Sementara Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengaku tetap gembira dengan hasil ini dan berjanji akan terus memperjuangkan peningkatan toleransi di Kota Kediri.
“Kami di Kota Kediri telah berjuang sejak 1998 dengan berdirinya Paguyuban Antar Umat Beragama dan Penghayat Kepercayaan agar anak cucu kita tidak tergesek-gesek oleh konflik agama”, ungkap Abdullah Abu Bakar dalam pidatonya setelah menerima penghargaan. “Dengan toleransi yang kuat, kelak Indonesia ini tidak lagi negara berkembang. Tapi Indonesia akan menjadi negara maju. Itu semua fondasinya adalah toleransi”, tutup Mas Abu.