Pro Kontra Rencana Status Hukum Tembakau Disamakan dengan Narkotika

tembakau
Ilustrasi orang sedang merokok. (Unplash)

Metaranews.co, News – Status hukum tembakau akan disamakan dengan narkotika dalam satu kelompok zat adiktif. Hal ini pun menuai pro kontra.

Untuk diketahui, hal ini muncul dalam penyusunan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law yang sedang disusun pemerintah menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.

Bacaan Lainnya

Ada satu hal yang menarik adalah penyamaan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif.

Penyamaan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif ini tertuang dalam ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 154 ayat (3) yang berbunyi zat adiktif berupa :

Narkotika;
Psikotropika;
Minuman beralkohol;
Produk tembakau;  dan
Pengolahan zat adiktif lainnya.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, penyamaan tembakau yang merupakan produk legal dengan obat-obatan yang jelas-jelas ilegal hanya akan mematikan industri hasil tembakau yang selama ini berkontribusi besar bagi negara.

Pasalnya, pemerataan ini akan berujung pada perlakuan diskriminatif dan regulasi yang membatasi tembakau.

“Dampaknya bagi Industri Produk Tembakau sudah pasti mati. Orang akan dibredel dan ditangkap polisi. Pemerintah harus bijak dalam membuat regulasi. Kalau ini dipaksakan juga akan membuat legitimasi presiden jatuh karena dianggap tidak  pro rakyat kecil,” ujarnya, melansir Suara.com, Sabtu (15/4/2023).

Menurutnya, matinya Industri Produk Tembakau akan memberikan dampak ekonomi yang besar.

Industri ini telah menyerap jutaan tenaga kerja yang tidak dapat digantikan oleh sektor lain. Pemerintah seharusnya melindungi industri ini, apalagi di tengah sulitnya pekerjaan masyarakat.

Ia menilai pemerataan ini mengabaikan aspek ekonomi, mengingat Industri Hasil Tembakau telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara dalam hal penyerapan tenaga kerja dan penyerapan tenaga kerja.

“Membuat aturan itu mudah, tapi kita harus menganalisis dampak ekonomi, kerugian dan keuntungan. Apakah pekerjaan sekarang mudah? Berapa banyak pekerja yang akan kehilangan pekerjaan? Belum lagi di industri ini banyak ibu-ibu yang menjadi tulang punggungnya keluarga,” kata Hikmahanto.

Hikmahanto menambahkan, regulasi tembakau sudah diatur secara komprehensif dalam regulasi yang ada, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012).

Menurutnya, Pemerintah hanya mengacu pada regulasi yang sudah ada saat ini.  Produk hukum yang disusun, lanjutnya, jangan hanya dilihat dari satu sisi dan mengutamakan ego masing-masing sektor.

Ia menilai, upaya menyamakan tembakau dengan produk ilegal, seperti narkoba, justru akan membuka peluang bagi produk tembakau asing untuk masuk secara diam-diam. Hal ini praktis mengancam penerimaan negara dari cukai tembakau.

“Jangan sampai kita melegalkan rokok, lalu tembakau selundupan masuk dari luar. Orang Indonesia masih sulit melepaskan diri dari rokok. Ketentuan tentang tembakau hanya mengacu pada regulasi yang ada,” imbuhnya.

Dirinya menambahkan, sejumlah regulasi terkait tembakau yang berlaku atau sedang diusulkan, baik melalui revisi PP 109/2012 maupun RUU Kesehatan, dinilai berlebihan.

Aturan-aturan ini dianggap mencerminkan aturan internasional seperti Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Ia menyatakan langkah yang diambil Pemerintah Indonesia dengan tidak meratifikasi FCTC sudah tepat agar Indonesia bisa mengatur kebijakannya sendiri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *