Refleksi Aktivis Kemanusiaan Kediri di Hari Kemerdekaan: Indonesia Belum Sepenuhnya Merdeka!

Kediri
Caption: Anugerah Yunianto atau yang lebih dikenal dengan nama Antok Mbeler, pegiat sosial kemanusiaan saat ditemui Metaranews.co, Senin (11/8/2025). Doc: M Nasrul/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Bulan Agustus menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan kembali perjalanan panjang sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada tahun 2025, Indonesia genap berusia 80 tahun, setelah terbebas dari belengggu penjajahan. Namun, meski sudah merdeka selama delapan dekade, nyatanya masih ada suara-suara yang mempertanyakan makna sesungguhnya dari kemerdekaan itu.

Bacaan Lainnya

Salah satunya datang dari Anugerah Yunianto, yang lebih dikenal dengan nama Antok Mbeler. Ia merupakan pegiat sosial kemanusiaan yang mengelola “Rumah Kemanusiaan GUSDURian” yang terletak di belakang Pasar Loak Pare, Kabupaten Kediri.

Menurut Antok, Indonesia saat ini belum sepenuhnya dapat dikatakan merdeka. Baginya, kemerdekaan bukan hanya soal terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang kebebasan untuk menjalani hidup dengan martabat dan keadilan.

Sayangnya, ia menilai bahwa masih banyak masyarakat yang merasakan kesulitan akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan kondisi mereka, khususnya kalangan bawah.

“Pastinya masyarakat merasakan. Sebetulnya pemerintah harus mencari solusi-solusi terhadap permasalahan masyarakat, bukan menambahi kesusahan,” ujar Antok saat ditemui METARA, Senin (11/8/2025).

Kemerdekaan Bagi Antok

Antok menekankan bahwa kemerdekaan sejati tak hanya terwujud dalam bentuk terbebas dari penjajahan fisik, melainkan juga dalam kebebasan untuk menikmati Hak Asasi Manusia (HAM) dengan adil.

Ia menyebutkan bahwa kemerdekaan juga berarti memberi ruang bagi setiap warga negara untuk menentukan nasibnya sendiri, membangun identitas bangsa, dan melestarikan nilai-nilai budaya yang ada.

Dia mencontohkan salah satu kejadian beberapa waktu lalu yang mengundang perhatian publik, yang mana beberapa warga mendapat teguran keras dari pihak berwajib karena mengibarkan bendera bajak laut yang terinspirasi dari serial anime One Piece.

Padahal, menurut Antok, simbol tersebut justru memiliki pesan mendalam, bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan oleh pendiri bangsa jangan sampai jatuh ke tangan segelintir elit yang justru “membajak” kebebasan tersebut.

“Istilahnya bajak laut di sini menjadi sindiran, bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan pendiri bangsa jangan sampai dinikmati hanya oleh kelompok kekuasaan saja,” tuturnya.

Antok pun berharap pemerintah dapat lebih mendengarkan suara rakyat kecil dan menurunkan pandangan mereka ke bawah, untuk memahami situasi masyarakat yang masih membutuhkan perhatian lebih.

Menurut Antok, kebijakan-kebijakan yang diambil seharusnya tidak hanya berpihak pada segelintir kelompok, tetapi harus berkeadilan untuk seluruh lapisan masyarakat.

Cara GUSDURian Peringati Kemerdekaan

Meskipun organisasi yang dikelola Antok tidak memiliki anggaran besar, setiap tahun “Rumah Kemanusiaan GUSDURian” tetap memperingati momen kemerdekaan dengan cara yang sederhana namun penuh makna.

Salah satunya adalah dengan mengadakan upacara bendera Merah Putih di lingkungan mereka.

Meski sederhana, Antok menilai upacara ini sangat bermakna. Menurutnya, upacara tersebut menjadi momen untuk merenungkan kembali arti kemerdekaan dan kehidupan yang kita jalani di Indonesia.

“Apapun yang terjadi, kita lahir, hidup, tumbuh hingga mati pun di negara ini. Jadi sudah sewajarnya untuk merenungkannya kembali,” pungkas Antok.

Pos terkait