Metaranews.co, Kediri- Lahan pertanian di Kabupaten Kediri terus mengalami penyusutan. Meskipun ada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 59 tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan sawah, namun tetap saja penyusutan tersebut tidak dapat dihindari. Dalam setahun, penyusutan lahan pertanian di Kabupaten Kediri berkurang sebanyak 7.800 hektare atau seluas 78 kilometer persegi (Km2). Luasan alih fungsi lahan pertanian ini setara dengan luas tiga kecamatan di Kabupaten Kediri. Yakni, Kecamatan Kayenkidul dengan luas 37,6 Km2; Kecamatan Ngasem seluas 23 Km2; dan Kecamatan Gampengrejo dengan luas 18 Km2.
Data ini dirujuk dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kediri yang menunjukkan adanya penyusutan lahan pertanian. Pada tahun 2020, lahan pertanian di Kabupaten Kediri masih tercatat sebesar 98.208 hektare. Sedangkan pada 2021, jumlahnya berkurang menjadi 90.408 hektare.
Pengurangan lahan ini pun ditanggapi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Dispertabun) Kabupaten Kediri Anang Widodo. Ia membenarkan adanya pengurangan lahan sawah. Penyebabnya ialah adanya alih fungsi lahan untuk kawasan permukiman warga.
“Jumlah berkurangnya lahan sawah itu pasti ada, karena terjadi alih fungsi lahan,” tegas Anang, kepada metaranews.co, Selasa (9/8/2022).
Tak dipungkiri, dari sejumlah pengalihan fungsi lahan di Kabupaten Kediri paling banyak terjadi karena pembangunan perumahan. Apakah yang paling banyak dari alih fungsi lahan? Mendapatkan pertanyaan ini, Anang menerangkan bahwa alih fungsi lahan yang terbanyak untuk perumahan tunggal. Sedangkan, imbuh Anang, untuk alih fungsi ke lahan industri dan perumahan sangat sedikit yang masuk lahan sawah.
“Kecuali terlepas dari lahan yang diperuntukkan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),” terang Anang.
Selain itu, dampak dari berkurangnya luasan lahan sawah ialah jumlah hasil pertanian di Kabupaten Kediri. Misalnya produksi padi di Kabupaten Kediri pada 2020 mencapai 215,9 ribu ton. Sedangkan pada 2021, tercatat produksi padi di Kabupaten Kediri hanya mencapai 195,8 ribu ton.
Namun, Anang juga melakukan sejumlah antisipasi untuk penstabilan produksi dengan pemetaan lahan. Baik, di wilayah tata ruang maupun kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) yang sudah menjadi peraturan bupati (Perbup).
“Jadi kami menetapkan. Selama ini lahan itu berapa yang dikerjakan oleh petani. Seperti tanaman padi dan jagung total kisaran 49 rb sampai 51 rb, untuk jumlah total dalam satu tahun. Kemudian tebu sampai 32 rb, lalu hortikukura 14 rb. Jadi yang kami hitung, untuk maksimal dampak produksi itu bisa stabil kisaran segitu,”ungkap Anang.
Tak hanya sampai KP2B, dalam perbup itu juga sejumlah lahan sawah dilindungi (LSD). Dengan demikian akan ada pemetaan standing ground, anak tanah yang potensial atau lahan yang bisa dialihfungsikan.
“Saya pikir pasti berdampak, tapi tetap kita antisipasi lahan mana yang subur, dan tidam subur yang kita alih fungsi kan,” pungkasnya.