Metaranews.co, Tulungagung – Banjir bercampur limbah PG Modjopanggung yang menimpa puluhan pemukiman warga Desa Sidorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung ternyata mencemari sumur warga. Akibatnya, saat ini warga tidak menggunakan sumur yang tercemar untuk kebutuhan konsumsi. Sedangkan untuk mandi, warga masih menggunakan air sumur, meski harus mengalami penyakit kulit, (02/11/2022)
“Ada delapan sumur milik warga yang masih digunakan tercemar limbah PG Modjopanggung. Sumur warga ini menimbulkan bau yang tidak sedap. Bahkan ketika air didiamkan, permukaan air timbul kerak-kerak berwarna kekuningan,” ujar Devy Eka Rahmawati, salah satu warga yang terdampak limbah PG Modjopanggung.
Oleh karena itu, sejak terjadi banjir bercampur limbah PG Modjopanggung, pihaknya tidak menggunakan lagi air dari sumurnya. Devy memilih untuk membeli air galon, dan tak jarang meminta air PDAM dari tetangga untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari.
“Memang sudah bisa dipastikan bahwa sumur warga itu tercemar limbah PG Modjopanggung. Karena setiap PG Modjopanggung melakukan giling, sumur warga pasti berubah rasa. Maka dari itu, kami sudah tidak menggunakan lagi air sumur untuk konsumsi sehari-hari,” paparnya.
Perempuan 32 tahun itu mengungkapkan, meski untuk kebutuhan konsumsi tidak menggunakan air sumur yang tercemar limbah, keluarganya sampai saat ini terpaksa masih menggunakan air sumur untuk mandi. Karena jika membeli air untuk mandi, pihaknya merasa sangat kewalahan.
“Memang untuk mandi terpaksa masih menggunakan air sumur yang tercemar limbah. Akibatnya satu keluarga mengalami gatal-gatal,” ungkapnya.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Anik Susanti. Di mana rumahnya yang terdampak banjir bercampur limbah PG Modjopanggung, membuat air sumurnya berwarna coklat dan berbau tidak sedap. Dengan berat hati, dia bersama dengan anak perempuannya terpaksa menggunakan air sumur yang tercemar limbah untuk mandi.
“Tentu badan saya dan anak perempuan saya mengalami gatal-gatal. Tapi untungnya dari Puskesmas Kauman sudah memberi obat. Meskipun rasa gatal masih kami rasakan, karena kami masih menggunakan air sumur tercemar limbah itu,” jelasnya.
Untuk kebutuhan memasak dan minum, Anik memutuskan untuk membeli air galon. Tiap empat hari sekali, dia harus membeli air galon seharga Rp 18 ribu untuk kebutuhan memasak dan minum. Hal ini dilakukan sejak, terjadi banjir bercampur limbah yang mencemari pemukiman warga.
“Kondisi banjir bercampur limbah ini, memang situasi terparah dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi limbah yang keluar masih mengeluarkan asap. Bahkan ketika saya menghirup asap tersebut, saya langsung sesak dan batuk-batuk,” paparnya.
Perempuan 34 tahun itu berharap, dengan tercemarnya limbah ke pemukiman hingga sumur warga, harus ada pertanggung jawaban dari PG Modjopanggung. Karena selain air sumur yang tercemar limbah tidak bisa digunakan untuk konsumsi, pencemaran limbah ini juga berdampak pada kesehatan warga.