Waspada Banjir dan Tanah Longsor, BPBD Kota Batu Beri Peta Risiko Bencana

metaranews.co
Ilustrasi peta bencana. (idpngtree)

Metaranews.co, Batu – Prediksi puncak musim hujan diprediksi BMKG akan jatuh pada Januari 2023. Sekitar 3 bulan ke depan, BMKG memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mewaspadai hal tersebut. Apalagi, saat ini hujan curah hujan di Kota Batu sudah mencapai 2.000 sampai 2.500 mm.

Melihat kondisi ini BPBD Kota Batu pun melakukan pemetaan terhadap potensi bencana yang terjadi di Kota Batu.

Bacaan Lainnya

Sejumlah kawasan dinilai BPBD Kota Batu berpotensi tinggi banjir. Yakni, di Songgokerto, Sisir, Temas, Torongrejo, Punten, dan Sidomulyo. Sementara untuk risiko sedang ialah kawasan Desa Bulukerto, Bumiaji, Pandanrejo, Beji, dan Mojorejo.

Selain menjadi langganan banjir, Kawasan tersebut juga sempat banjir bandang pada 4 November 2021 silam. Tepatnya di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji. Kejadian banjir bandang tahun lalu sempat memakan 7 korban meninggal dunia. Tak hanya itu ada 80 rumah rusak akibat peristuwa banjir bandang tersebut.

Untuk titik longsor, BPBD mencatat ada 7 titik di Kota Batu. Seperti, Desa Gunungsari, Desa Sumberbrantas, Giripurno dan Kelurahan Songgokerto di Kecamatan Batu.

Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Batu, Achmad Choirur Rochim, melihat adanya statistik bencana yang masih tinggi. Ia menyebut BPBD Kota Batu hingga 10 Oktober 2022 terjadi 93 bencana. Terutama di kawasan dataran tinggi Kota Batu, tantangan bencana harus diperhatikan seluruh komponen masyarakat.

Seperti sepekan lalu terjadi 11 kejadian bencana. Rata-rata merupakan kejadian banjir disertai material lumpur. dari hasil kajian itu pihaknya juga telah merekomendasikan berbagai langkah pencegahan agar potensi bencana itu bisa diminimalisir.

Dari kajian internal, kata Rochim, sepanjang tahun 2021 saja di Kota Batu terjadi 152 bencana. Terdapat peningkatan selama 4 tahun terakhir. Tahun 2018 ada 95 kejadian bencana. Lalu, meningkat jadi 115 bencana di tahun 2019 dan 114 bencana di tahun 2020.

”Contoh mitigasi bencana itu seperti sektor rawan banjir. Sudah, lalu apa? Tindak lanjut, itu artinya perlu pelebaran drainase atau sungai,” terang Rochim.

Sebagai alternatif, BPBD juga sudah memberikan rekomendasi kepada dinas terkait untuk melebarkan atau normalisasi sungai. Rochim melanjutkan, pihaknya melalukan upaya penanggulangan banjir jangka panjang. Seperti rekonstruksi sistem saluran drainase yang dalam hal ini butuh bantuan Pemerintah Provinsi dan BNPB.

”Tapi itu juga biayanya tak sedikit. Sepertinya tahun ini tidak bisa terealisasi,” ujarnya.

Rekonstruksi sistem drainase memang kelihatannya tidak urgen karena memang merupakan bentuk penanganan jangka panjang. Namun jika melihat situasi di jalan-jalan kota ketika hujan hari ini sudah mulai menunjukkan tanda-tanda berupa genangan air.

”Jika tidak segera dicarikan solusi, genangan air akan semakin tinggi dan masuk ke permukiman. Jangan sampai itu kejadian,” ungkapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *