Modernisasi membuat kecenderungan manusia untuk unjuk diri sebagai eksistensialis. Semua hal mempunyai saluran ekspresi masing-masing. Dalam berbagai aktivitas, apa yang dikehendaki dan menjadi keinginan, atau bahkan telah ditindaki dapat terfasilitasi dengan sangat mudah. Misalnya, dengan media sosial yang menjadi konsekensi logis atas pembangunan modernisasi. Ladang-ladang ekspresi itu terkadang lupa sebuah peran pendengaran. Karena ekspresi bersuara dan bertindak, kerap mereduksi peran pendengar yang baik. Bekal pendengaran menurun karena sekan manusia bisa mengenali dirinya sendiri dan mencari solusi atas masalahnya.
Kemampuan menjadi pendengar hanya tinggal menjadi bekal dasar para terapis. Dengan mendengar duka, lara, dan trauma, ia meramu dan berempati atas keluh kesah orang lain. Peran besar para terapis dalam mendengar menjadi proses pemulihan masalah. Ia meninggalkan sementara keburu-buruan untuk men-judge sesuatu niat, pikiran, perasaan, bahkan Tindakan seseorang. Dengan demikian ia akan menempatkan diri sebagai pendengar bagi diri sendiri dan sesame manusia. Seperti yang disampaikan Erich Fromm dalam bukunya “The Art of Listening” atau lebih dikenal dalam Bahasa Indonesia “Seni Mendengarkan”.
Fromm mencoba menghadirkan analisis, pandangan, serta metode untuk membantu psikoanalisis atau studi tentang psikologis manusia. Sebuah teori psikologi yang diajukan dan dikembangkan yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia menemukan ilmu psikolanalisis dan metode terapinya melibatkan dialog intensif antara pasien dan terapis.
Ini menjadi kepentingan profesi Fromm yang merupakan terapis yang telah lebih dari 50 tahun mempraktikkan teori psikoanalisis. Selain itu, Fromm aktif sebagai pengajar dan dosen di New York, AS, dan Meksiko. Bagi Fromm, Seni Mendengarkan atau The Art of Listening berisi tentang pemikirannya yang dipublikasikan dalam bentuk perkuliahan, wawancara, hingga seminar psikologi.
Dalam bagian pertama bukunya, Fromm menuliskan subjudul tentang “Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Pasien dalam Penyembuhan Analitis”. Bagian ini berisi teks dari perkuliahan kepada mahasiswa psikologi di Locarno, Amerika pada tahun 1974. Tak hanya berisi teori, namun Fromm memberikan contoh realitas yang ditemuinya dalam keseharian. Sehingga, dapat memberikan panduan bagi psikoterapis untuk mendalami dan memahami pasien atau orang lain.
Trauma
Sebagai fondasi atau dasar pemikirannya, Fromm banyak membahas tentang psikoanalisis Freud. Sebagai murid Frued, Fromm memaparkan perbedaan dan contoh dari neurosis ganas dan jinak. Menurutnya, neurosis ialah sebuah gangguan psikologis dengan gejala kecemasan, keresahan, dan rasa takut. Penggalian Fromm untuk mendalami sebuah faktor penyebab neurosis yang muncul pada masyarakat modern. Ia membuat redefinisi psikoanalisis. Yang artinya sebuah gerakan untuk membuat kehidupan yang lebih baik melalui sejumlah reformasi dalam kesadaran. Tetapi, tujuan itu tidak disertai dengan pertanyaan radikal menyangkut nilai dan struktur masyarakat yang ada. Freud dengan simpatinya berada di sisi mereka yang mendominasi, kemapanan. Definisi ini ada dalam halaman 64 pada buku Seni Mendengarkan.
Pandangan kritis terhadap konsep trauma yang seringkali disejajarkan dengan Freud di masa kanak-kanak. Bahkan, ia memberi pandangan bahwa trauma kerap disalahartikan dan dilebih-lebihkan. Fromm menyatakan trauma pada halaman 62 pada buku tersebut. “Trauma dapat terjadi di semua usia, tetapi peristiwa traumatis yang sama akan memiliki efek yang jauh lebih besar apabila terjadi sejak usia dini, meskipun pada saat yang sama, kekuatan penyembuhan seorang anak juga jauh lebih besar ketimbang orang dewasa. Ini benar-benar masalah yang rumit. Saya hanya ingin memperingatkan Anda untuk tidak menggunakan kata ‘trauma’ secara keliru, yang saat ini cukup sering saya temukan”.
Adapun saran Fromm kepada seorang terapis untuk mempraktikkan terapeutik yang juga memahami manusia hingga akarnya. Keterusterangan dan kejujuran menjadi dasar atas percakapan antara terapis dengan pasien atau orang lain harus diupayakan. Fromm menghadirkan logika istilah medis dan terapis justru untuk membantu seseorang dapat secara mandiri memahami dan mendengarkan diri sendiri dengan baik.
Pandangan dan metodenya untuk seseorang dapat mengenal diri sendiri dibuat Fromm pada bagian tengah buku Seni Mendengarkan. Dengan cara inilah Fromm secara terang-terangan menjelaskan ciri khas atau karakter neurosis manusia modern dari kacamata seorang terapis.
From menyebut pada umumnya mereka adalah orang-orang yang menderita akibat dirinya sendiri. Metode klasik terapeutik dengan bantuan terapis mungkin bisa dilakukan. Namun, langkah-langkah tambahan di luar prosedur psikoanalisis klasik sangat diperlukan. Kemampuan diri sendiri untuk mendengarkan dan mengenali isi hati dan pikiran adalah metode lain yang harus bisa dilakukan. Hal itu digambarkan Fromm tak hanya sebagai sebuah teori yang statis, tetapi juga merupakan sebuah seni yang dinamis dan mungkin berbeda penerapannya pada setiap orang. Kemauan dan upaya setiap orang untuk melangkah maju, mencari pengalaman baru, serta bergerak maju merupakan hal yang harus selalu dilakukan. Menurut Fromm, ini akan membantu seseorang menemukan versi baru yang mungkin lebih baik daripada dirinya sendiri. Ini termaktub dalam halaman halaman 237.
“Ia harus mencari pengalaman baru, dan terutama mengalami resistensinya sendiri dalam rangka menentukan langkah selanjutnya untuk bertindak secara berbeda. Jika tidak, ia tetap terkungkung dalam situasi dunia khayal, terlepas dari semua pengalaman subjektif yang dimilikinya”.
Penekanan metode-metode juga disebutkan untuk mencapai pemahaman terhadap diri sendiri. Fromm memberikan contoh untuk menggugah minat pada dunia, belajar berpikir kritis, hingga mengenal diri sendiri dan menyadari ketidaksadaran diri.
Keheningan
Dalam mencapai keberhasilan untuk memperoleh Seni Mendengarkan ialah dengan kemampuan berkonsentrasi atau meditasi. Pandangannya bahwa setiap orang harus dapat menyelami dirinya sendiri secara tenang dalam keheningan. Inilah salah satu kesulitan dan jarang berhasil dilakukan masyarakat modern. Kata kuncinya ialah memfokuskan diri. Ia juga memberikan referensi buku dan literatur agar dapat berlatih bermeditasi.
Pedoman itu dianggap penting oleh Fromm karena berkonsentrasi untuk memahami diri sendiri membutuhkan latihan dan konsistensi. Bahasan lain yang juga dihadirkan oleh Fromm dengan detail ialah mengenai konsep narsistik yang saat ini semakin familier ditemui di masyarakat modern. Ia menyebut bahwa konsep narsisme merupakan salah satu penemuan Freud yang paling penting.
Narsisme menjadi kata yang sangat penting dipahami setiap orang karena pada dasarnya setiap orang memiliki sisi narsistik yang membuat mereka hanya tertarik atas apa yang ada dalam pikirannya sendiri. Dalam buku ini Fromm membagi pandangannya agar sisi narsistik tersebut dapat berperan dengan baik dalam upaya pengembangan diri, bukan sebaliknya menjerumuskan. Meski membutuhkan konsentrasi untuk bisa memahami isi pikiran Fromm dalam buku ini, secara keseluruhan semua yang ditulisnya masih dapat diterima oleh orang awam. Bagi pembaca awam, kesulitan mungkin akan muncul dalam memahami beberapa istilah dalam ilmu psikologi dan mengenal nama-nama tokoh yang pandangannya menjadi inspirasi atau ditentang oleh Fromm seperti Freud. Namun, membaca Fromm dapat membuat pemahaman tentang ilmu psikologis menjadi lebih dinamis dan relevan dengan keseharian manusia yang kompleks. Seperti halnya Seni Mencintai, buku pertama Fromm, Seni Mendengarkan juga dapat menjadi pilihan bacaan tentang psikologi populer yang kaya akan referensi.
Resensi buku: Seni Mendengarkan
Penulis : Erich Fromm
Penerbit : IRCiSod
Penerjemah : R Eding Purwadi
ISBN : 978-623-6166-58-1 Cetakan Pertama, Juli 2021