Sengketa Lahan Warga dengan PT IBP, Begini Tanggapan DPRD Kaltim

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy (foto:Ubaidhillah/Metaranews)
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy (foto:Ubaidhillah/Metaranews)

Metaranews.co, Samarinda – Sengketa lahan di tanah Borneo kembali mencuat, kali ini antara warga pemilik sertifikat dengan perusahaan tambang.

Komisi I DPRD Kalimantan Timur turun tangan memediasi konflik antara Sutarno, warga Kelurahan Handil Bhakti, dan PT Insani Bara Perkasa (IBP) atas dugaan penyerobotan lahan di RT 27, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda.

Bacaan Lainnya

Sutarno mengklaim memiliki hak sah atas tanah seluas 4 hektare tersebut, lengkap dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya yang terbit pada 1992, yakni nomor 603, 607, 608, dan 598. Namun, lahan tersebut mulai digarap oleh pihak PT IBP sejak 6 Juni 2023 tanpa proses jual beli atau ganti rugi.

“Tanah saya itu sudah digarap habis. Batunya sudah diambil, tinggal jadi danau. Tidak ada pembicaraan, padahal saya punya sertifikat dan dokumen lengkap,” ungkap Sutarno dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (26/5/2025).

Ia menyebut telah melapor ke pihak kelurahan dan BPN, tetapi tidak ada tanggapan yang memadai hingga akhirnya meminta DPRD memfasilitasi penyelesaian.

Sementara itu, Joni Piter dari bagian Legal dan Mitigasi PT IBP menyatakan bahwa perusahaan bertindak berdasarkan kerja sama dengan Effendi, Ketua RT setempat, berdasarkan SPPT tahun 2012. Aktivitas penggarapan dimulai sejak Maret 2023 dengan perjanjian tertulis tertanggal 15 Desember 2022.

“Secara legal formal kami bekerja sama dengan Pak Effendi. Saat Pak Sutarno komplain, kami minta dokumen dan koordinat. Tapi setelah overlay, lahan tersebut masih masuk area kerja sama kami,” jelas Joni.

Pihak perusahaan juga menyebut bahwa gugatan perdata dari Sutarno di Pengadilan Negeri Samarinda telah diputus tidak dapat diterima (NO) karena perbedaan materi.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy menegaskan bahwa lembaganya tetap mendorong penyelesaian secara damai.

“Kami sudah memfasilitasi pertemuan ini. Karena memang Pak Sutarno punya SHM, maka kami arahkan agar penyelesaiannya masuk ke ranah ganti rugi atau jual beli,” ujarnya.

Agus menambahkan, RDP ini akan dilanjutkan dengan negosiasi langsung pada 2 Juni mendatang untuk mencari titik temu.

Ia juga menekankan bahwa persoalan seperti ini kerap muncul di daerah pertambangan, dan sinergi antara masyarakat, pemerintah, serta perusahaan sangat dibutuhkan.

”Oleh karena itu, sinergi antara warga, pemerintah daerah, dan perusahaan mutlak diperlukan untuk mencegah konflik agraria berkepanjangan,” pungkas Agus. (ADV)

Pos terkait