Metaranews.co, Samarinda – Tragis dan terus berulang. Seorang remaja berusia 21 tahun kembali menjadi korban di lubang bekas tambang di Danau Bukit Lontar, Jonggon, Kutai Kartanegara, pada 20 Juli 2025. Ini bukan yang pertama, tapi korban ke-54 sejak tahun 2011, berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur.
Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu, menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden tersebut. Ia menilai, kejadian tragis ini mencerminkan kelalaian sistematis oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam melindungi keselamatan masyarakat di wilayah rawan tambang.
“Lagi-lagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun provinsi itu abai. Seharusnya tidak biarkan terulang hingga korban ke-54,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (25/7/2025).
Menurut politisi dari Fraksi PAN tersebut, lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi menjadi bukti nyata pengabaian terhadap kewajiban lingkungan. Ia menegaskan bahwa lemahnya pengawasan dan ketiadaan sanksi tegas terhadap perusahaan tambang hanya memperpanjang daftar korban jiwa.
“Seharusnya perusahaan-perusahaan tambang yang memang lubang-lubangnya mengancam masyarakat itu juga harus dideteksi dan diidentifikasi. Sehingga jangan lagi ada anak atau warga yang meninggal di lubang tambang,” tegas Demmu.
Ia juga menyoroti peran Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur yang menurutnya tak lagi relevan jika terus gagal memastikan reklamasi berjalan sebagaimana mestinya. Kehadiran lembaga ini, ujarnya, semestinya menjadi garda terdepan dalam pengawasan pasca-tambang.
Catatan dari JATAM menunjukkan bahwa dari 54 korban, 52 di antaranya tewas di lubang bekas tambang batu bara, sedangkan 2 lainnya di lubang bekas tambang pasir. Fakta ini menguak betapa buruknya penanganan pasca-eksploitasi oleh perusahaan tambang di Kaltim dan lemahnya kontrol dari regulator.
Dengan terus bertambahnya jumlah korban, sorotan tajam kembali tertuju pada pengabaian aspek reklamasi tambang. Baharuddin mendesak pemerintah mengambil tindakan konkret, tidak lagi sekadar mencatat statistik tanpa tindakan nyata.
“Jangan tunggu korban ke-55 untuk bertindak. Negara harus hadir dan tegas melindungi rakyatnya,” pungkasnya. (ADV).