Metaranews.co, Samarinda – Program kuliah gratis atau “gratis pol” yang digagas Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dipastikan akan tetap dijalankan. Hal ini ditegaskan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, sebagai bentuk komitmen terhadap janji politik pemerintah kepada masyarakat.
“Gratis pol itu janji kepada daerah dan rakyat. Jadi, kalau ditanyakan apakah jadi? Ya, jadi,” tegas Sarkowi saat dikonfirmasi pada Rabu (18/6/2025).
Meski demikian, Sarkowi menekankan bahwa pelaksanaan program ini memerlukan regulasi yang jelas dan harus disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah, mengingat pendidikan tinggi secara hukum adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan provinsi.
“Kita harus hitung dulu kapasitas fiskal kita, apakah uang yang tersedia cukup atau tidak,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini juga menyebut bahwa program serupa sebelumnya hanya benar-benar diterapkan secara penuh di Papua melalui skema Otonomi Khusus (Otsus), dengan dukungan penuh dari APBN. Di Kaltim, posisi Pemprov berada dalam keterbatasan kewenangan.
“Kalau di Papua, memang ada gratis kuliah 100 persen karena ada OTSUS, dan itu dibiayai oleh pemerintah pusat. Kalau kita di provinsi, seharusnya kewenangannya hanya sampai SMA dan SMK,” jelas Sarkowi.
Kendati demikian, karena janji kuliah gratis ini sudah disampaikan kepada publik oleh gubernur, DPRD bersama pemerintah daerah kini tengah menyusun penyesuaian regulasi agar program ini tetap bisa berjalan.
“Gubernur sudah janji, otomatis secara regulasi harus ada penyesuaian. Singkatnya, program ini pasti tetap dilaksanakan,” ujarnya.
Sarkowi menyampaikan bahwa program gratis kuliah ini akan dijalankan secara bertahap, dimulai dari mahasiswa baru, sedangkan mahasiswa aktif lainnya akan menyusul pada tahun anggaran 2026.
“Sekarang baru mahasiswa baru dulu yang mendapatkan, sisanya baru menyusul,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hanya mahasiswa dari perguruan tinggi yang terdaftar resmi dan legal yang berhak mengikuti program ini. Hal ini untuk memastikan bahwa dana bantuan tidak jatuh ke institusi pendidikan yang tidak terakreditasi atau tidak jelas status hukumnya.
“Tidak semua perguruan tinggi bisa ikut program ini, karena ada banyak kampus yang statusnya tidak jelas atau ‘hukum-hukum’. Kalau semua boleh, tentu tidak bisa,” katanya.
Dengan demikian, Sarkowi menegaskan bahwa pelaksanaan program tetap memegang prinsip kehati-hatian agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
“Jadi, tetap ada aturan mainnya, agar tidak terjadi salah perlakuan,” tutupnya. (ADV)