Metaranews.co, Viral – Hari ini 10 November 2022, tepat hari pahlawan, ulama kharismatik NU, KH Mustofa Bisyri mengunggah sebuah puisi tentang tentang pahlawan di Instagram. Bukan tentang prajurit yang maju di medan perang atau mereka yang memperjuangkan kemerdekaan melainkan tentang Marsinah.
Dalam unggahan, Gus Mus memajang foto Bung Tomo saat berpidato dan disandingkan dengan Marsinah, aktivis buruh asal Nganjuk yang dibunuh pada zama Orde Baru.
Unggahan Gus Mus dalam akun @s.kakung itu sudah disukai lebih dari 18.000 warganet. Dan sudah dikomentari ratusan warganet.
“Mereka yang mengalami zaman Orde Baru, pasti tahu dan ingat nama Marsinah. Perempuan sederhana yang memperjuangkan nasib sesamanya, kaum buruh, dan oleh karenanya mendapat perlakuan yang keji dan kejam dari pihak yang berkuasa (pelaku yang sebenarnya tak terungkap hingga kini). Aku mencatatnya dan tiba-tiba ingin mengunggahnya di Hari Pahlawan ini,” tulis @s.kakung.
Kemudia caption itu diteruskan dengan puisi yang sudah ditulisnya cukup lama. Berikut puisi Gus Mus:
Di Taman Pahlawan
Di Taman Pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat perjuangan dan pembelaan kepada yang ditinggalkan?
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan?
Banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan dengan perasaan malu dan sungkan.
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka kemari ke Taman Pahlawan ini karena menyangka mereka juga pejuang-pejuang pemberani.
Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah berani tanpa mengindahkan nurani.
Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka lebih tertekan.
“Apakah ini yang namanya siksa kubur?” tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur.
“Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini akan sepi penghuni,” kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar tentang Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan, yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan, begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan wanita muda yang gagah perkasa itu.
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih berselendang pelangi tersenyum manis sekali, “Maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan untuk menyingkap kebusukan dan membantu mereka yang mencari muka. Kalau sudah tak diperlukan lagi biarlah mereka menanamnya di mana saja di persada ini sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti.”
1414 H