Metaranews.co, Jawa Timur – Agama Islam masuk ke Jawa Timur tidak sesederhana yang dibayangkan. Masuk lewat beberapa jalur, dari perdagangan hingga politik dan budaya.
Islam dan Jawa Timur merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Selain menjadi agama yang paling banyak dianut di wilayah ini, masuknya Islam juga patut menjadi bahan diskusi menarik.
Hingga hari ini, banyak jejak sejarah syiar Islam di Jawa Timur yang masih ada dan bisa dilihat secara langsung. Bukti bahwa, sejarah itu pernah ada dan tidak akan pernah luput dari zaman.
Melansir laman resmi Kemendikbud.go.id, pada Selasa (4/4/2023), bukti material yang memperkirakan pengaruh Islam mulai masuk ke Jawa Timur, sekitar abad ke-11.
Bukti material tersebut dibuktikan dengan adanya malam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah di Leran, Gresik. Dimana pada nisan makan tersebut tertulis angka 475 H atau 1.082 Masehi.
Tidak hanya itu, di periode selanjutnya, juga di wilayah Jawa timur juga ditemukan beberapa makam Islam di Mojokerto. Makam tersebut kini dikenal dengan Komplek Makam Troloyo yang berlokasi di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Dari salah satu nisan tersebut tertulis tahun 1.298 Saka atau 1.386 Masehi. Lalu ada Makam Putri Cempa (Putri Campa) di Trowulan, Mojokerto, yang nisannya berangka 1370 Saka (1448 M) juga merupakan bukti awal penyebaran Islam di wilayah Jawa Timur.
Kembali ke Gresik, ditemukan juga makan Malik Ibrahim yang bertuliskan di nisannya tahun 1.419 Masehi.
Masuknya Islam Lewat Beberapa Jalur
Proses masuknya Agam Islam di Jawa Timur tidak sesederhana yang dibayangkan. Islam masuk ke wilayah ini lewat beberapa jalur seperti pelayaran-perdagangan, perkawinan, politik, budaya, tasawuf serta pendidikan.
Kala itu, pedagang muslim yang datang ke wilayah Jawa Timur tepatnya di pantai Utara, mengharuskan mereka tingga beberapa bulan di desa sampai dagangannya laku.
Mereka menetap di desa tersebut selain menunggu dagangannya habis, juga menanti musim angin yang bagus untuk berlayar.
Meskipun begitu, secara ekonomi, para pedagang muslim memiliki status yang tinggi sehingga raja-raja daerah cenderung ingin menikahkan anak perempuannya dengan para pedagang tersebut.
Seperti contoh pernikahan Sunan Ampel dengan Gede Manila, putri Temenggung Wilwatikta, Maulana Iskak dengan putri raja Blambangan, dan raja Majapahit dengan putri Campa.
Perkawinan pedagang muslim dengan putri penguasa setempat sangat mempengaruhi proses islamisasi melalui politik karena sudah menjadi kebiasaan di Jawa pada saat raja masuk Islam, masyarakat juga masuk Islam.
Selain itu, penyebaran Islam juga dilakukan secara kultural oleh para sufi melalui tasawuf sehingga menjangkau banyak kalangan tradisional. Pada akhirnya, Islam dikembangkan melalui pendidikan di pesantren, seperti Pesantren Giri di Gresik.
Penyebaran Islam di wilayah Jawa Timur juga tidak lepas dari peran para wali. Istilah wali berasal dari bahasa Arab aulia yang berarti orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya.
Walisongo adalah sebutan bagi sejumlah wali di Jawa yang dianggap sebagai penyebar atau penyebar (mubaligh-mubaligh) Islam pertama di Jawa.
Lima dari sembilan wali penyebar Islam di pulau Jawa berada di wilayah Jawa Timur, yaitu Sunan Ampel di Surabaya, Mauana Malik Ibrahim di Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, dan Sunan Bonang di Tuban.