Metaranews.co, News – Potensi runtuhnya industri tembakau di Indonesia jika status hukum tembakau disamakan dengan narkotika.
Perlu diketahui bersama, jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berencana mengklasifikasikan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif dalam kategori yang sama akan menuai kontra yang semakin banyak.
Para pelaku Industri Hasil Tembakau, mulai dari petani, buruh, pedagang, hingga konsumen, dapat menghadapi konsekuensi hukum yang serius.
Hal itu jika RUU disahkan dengan memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan hal tersebut.
Menurut Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Aris Arif Mundayat, RUU ini bisa memangkas hak konstitusional pelaku usaha tembakau kepada konsumen hasil tembakau.
“Konsumen dan produk tembakau tidak bisa dilindungi secara konstitusional. Petani tembakau pun bisa rugi komoditas tembakau jika dianggap sama dengan narkoba oleh penegak hukum. Perlindungan konstitusional harus jelas dan tegas agar tidak ada yang dirugikan,” ujarnya melansir Suara.com, Sabtu (15/4/2023).
Merujuk pada draf RUU Kesehatan, pasal 154 ayat (3) berbunyi : zat adiktif dapat berupa: narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Dengan ketentuan tersebut, akan timbul akibat hukum yang menyamakan proses produksi dan distribusi barang-barang adiktif jenis tersebut. Bagi pelaku industri hasil tembakau, hal ini tentu akan sangat merugikan.
Alih-alih menyamakan tembakau yang merupakan produk legal dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk ilegal.
Aris menilai RUU Kesehatan ini seharusnya dapat memberikan perlindungan konstitusional terhadap ekosistem industri produk tembakau, termasuk aspek pengendalian tembakau sehingga tidak dikonsumsi oleh anak di bawah usia 18 tahun.