Metaranews.co, News – Sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (10/7/2023) berlangsung riuh setelah terdakwa Haris Azhar beberapa kali menunjuk jaksa penuntut umum (JPU). Momen itu terjadi saat sidang dijadwalkan memeriksa saksi ahli, yakni ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asisda Wahyu Asri Putradi.
Hal tersebut bermula ketika jaksa memberikan ilustrasi kasus yang harus ditanggapi Asisda. Jaksa seolah menyamakan kasus yang kini menjerat Haris dan Fatia Maulidiyanty.
“Tadi kan ahli sudah menerangkan terkait pemahaman gramatikal terkait fitnah, berita, dan pemberitaan bohong. Sekarang saya ingin membangun analogi suatu kasus, tapi saya juga tidak menuduh kasus konkret. Jika seseorang itu membuat suatu podcast menyampaikan suatu berita dalam podcast itu. Kemudian dasarnya rujukan A, B, C ternyata dalam rujukan itu tidak ada kata-kata itu, mulai dari judul, substansi,” ucap jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dikutip Suara.
“Ini tuduhan umpama terhadap seseorang, ternyata sesuai fakta yang kami peroleh di persidangan ternyata itu tidak benar, umpama katanya dia punya saham, ternyata tidak ada sahamnya,” sambung dia.
Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana kemudian mengoreksi keterangan JPU dan meminta menggunakan frasa seandainya.
“Seandainya. Seandainya tidak benar bagaimana?” tutur hakim.
Mendengar hal itu, tim hukum Haris-Fatia langsung mengajukan protes. Mereka menilai jaksa mencoba menggiring opini Asisda.
“Jaksa mencoba menggiring ahli, Yang Mulia,” ucap tim pengacara Haris-Fatia
Lantas pengunjung sidang berteriak dan bertepuk tangan hingga ditegur oleh majelis hakim.
“Huuu… huuu…,” teriak pengunjung sidang.
“Jaksa magang!” ucap pengunjung sidang lainnya.
Haris Azhar yang semula duduk di kursi terdakwa di samping penasihat hukumnya tiba-tiba berdiri dan berteriak.
“Analoginya salah, (jaksa) memaksa saksi ahli menyampaikan yang salah, karena pertanyaannya salah,” ucap Haris sambil menunjuk ke arah jaksa.
Tim penasehat hukum kemudian menuding jaksa mencoba menyesatkan persidangan. Sebab, mereka menilai analogi yang disampaikan jaksa tidak pernah dibahas dalam materi persidangan.
“Yang Mulia, jaksa berupaya untuk menyesatkan persidangan ini, tidak pernah ada jaksa yang menganalogikan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi di sini,” kata tim hukum Haris-Fatia.
Jaksa membantah telah menggunakan analogi yang menyesatkan. Justru jaksa memakai analogi lain supaya tidak menyentuh perkara yang sedang disidangkan.
“Iya kami bukan menanyakan kasus konkret, kami mengikuti keinginan penasihat hukum menanyakan analogi berarti kan kiasan, karangan, jadi bukan yang konkret, makanya kami menggunakan analogi perumpamaan, perumpamaan, jadi terdakwa dan penasihat hukum tidak usah marah-marah,” jawab jaksa.
Dakwaan Jaksa
Dalam sidang sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa melakukan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan oleh jaksa.
Jaksa menyatakan pernyataan Haris dan Fatia dalam video yang diunggah melalui akun YouTube Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.
Video itu berjudul ‘Ada Luhut di Balik Hubungan Ekonomi-Militer Intan Jaya!! BIN Umum juga ada! >NgeHAMtam’. Materi yang dibahas dalam video tersebut merupakan kajian singkat Koalisi Indonesia Bersih bertajuk ‘Politik-Ekonomi Pengerahan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Haris dan Fatia dijerat Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Masing-masing pasal tersebut juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.