Kedahsyatan Letusan Kelud Menenggelamkan Peradaban Masa Lampau

Situs Petirtaan Gneng di Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri saat ekskavasi oleh BPK Jatim 2020. Situs ini diduga kuat tertimbun material vulkanik Kelud pada letusan dahsyat abad 14 silam (Didin Saputro/Metara)
Situs Petirtaan Gneng di Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri saat ekskavasi oleh BPK Jatim 2020. Situs ini diduga kuat tertimbun material vulkanik Kelud pada letusan dahsyat abad 14 silam (Didin Saputro/Metara)

Metaranews.co, Kediri – Letusan dahsyat Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur pada 13 Februari 2014 nyaris menggelapkan sejumlah kota di Pulau Jawa selama beberapa hari.

Bencana alam yang terjadi 9 tahun silam itu mengingatkan pada letusan-letusan dahsyat gunung api yang dulu disebut Kampud ini.

Bacaan Lainnya

Jauh sebelum itu, letusan dahsyatnya bahkan menenggelamkan peradaban. Bukti tenggelamnya peradaban masa lampau 10 abad yang lalu itu terekam jelas pada sejumlah situs kuno yang ada di Kabupaten Kediri.

Situs Petirtaan Gneng di Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini salah satunya. Para arkeolog dan pekerja Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan atau sekarang Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Jawa Timur sempat melakukan ekskavasi pada struktur batu bata kuno di kedalaman 2,3 meter pada bulan Juli 2020 lalu.

“Abu vulkanik setebal 10 centimeter menutup lantai bata. Perkiraan tertutup atas proses erupsi. Ada batu andesit di dasar kolam,” kata Wicaksono Dwi Nugroho, arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Jatim.

Kata Wicaksono, dalam dinding bawah, ada bongkahan batu andesit ukuran 30-60 centimeter. Batu ini diduga berasal dari lontaran material vulkanik Gunung Kelud. Survei awal Petirtaan seluas 5,2 meter kali 5, 2 meter, dengan kedalaman 2,35 meter.

Ada tiga bilik utama, sedangkan pintu masuk Petirtaan di sisi barat terlihat dari undakan atau tangga masuk. Sisi selatan, ada lapisan abu vulkanis mengeras. Dinding lain berlapis lempung.

“Lontaran batu andesit merusak pintu konstruksi gapura. Sepertinya garupa paduraksa yang beratap,” jelasnya.

Di bagian bawah ada arung atau saluran air bawah tanah. Terowongan ini terpahat di tanah padas untuk mengalirkan air ke dalam kolam atau petirtaan itu. Petirtaan pertama kali ditemukan 3 Juli 2020, saat pemilik tanah menggali lahan untuk kolam pemancingan.“Menemukan kembali jejak beradaban yang hilang,” imbuhnya.

Lokasi situs berada di permukiman terdekat dengan kawah Gunung Kelud. Sebelumnya, di kawasan itu sudah ditemukan prasasti Geneng Satu, yang menyebutkan daerah ini merupakan perdikan atau kawasan bebas pajak. Prasasti keluar pada 1128 Masehi oleh Raja Bameswara atau Kameshwara yang memimpin Kerajaan Kediri.

Kemudian ada Prasasti Geneng Dua keluar pada 1329 Masehi, saat Tribuwana Tungga Dewi memimpin Kerajaan Majapahit.

Situs ini tercatat dalam prasasti Geneng Dua di abad 14. Namun tak ditemukan catatan dan registrasi peninggalan purbakala Hindia Belanda dan Inggris sejak 1800-an. Kalau terpendam saat letusan besar Gunung Kelud pada 1919, bakal tercatat Belanda.

Dia menduga, situs ini terpendam saat erupsi Keluvhrsd pada 1500-an. Petirtaan ini diduga sebagai tempat pemujaan kuno terhadap Gunung Kelud.

Wicaksono mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir menemukan sejumlah situs purbakala yang terkubur di dalam tanah. Selama ini, situs atau benda purbakala yang terpendam tanah selain bencana alam diduga sengaja ditimbun atau dirusak pasca perang atau sengaja ditinggalkan.

Selain di Desa Brumbung, Kediri, temuan lain, katanya, Situs Petirtaan Beji di Ngoro, Jombang, Situs Kumitir dan Situs Sugihwaras, sama-sama di Mojokerto.

Temuan situs baru ini, katanya, rata-rata terpendam karena bencana alam letusan gunung berapi. Diduga situs itu terkubur karena aktivitas bencana alam abad 12-14.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *