Ongkos Hidup Gemerlap dari Gang Gelap Kota Kediri

Metaranews.co
Ilustrasi perempuan malam. (pinterest)

Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur. Sebuah novel karya Muhidin Dahlan yang sangat kontroversial itu seolah menjelma dalam realita tentang rasa dilematis dan pesimistis kehidupan di Kota Kediri. Sebuah kekecewaan dari perempuan yang ingin hidup layak. Mimpi itu pun pupus karena kenyataan kejam harus diterima untuk menjadi tulang punggung keluarga. Inilah kisah Artia (nama samaran), perempuan 22 tahun yang berharap dunia kegelapan akan segera sirna bila ada seorang lelaki meminangnya.

Kilau lampu jalan menyorot redup dari pinggir jalan. Kawasan padat di salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Kota. Kehidupan dari salah satu gang gelap Kota Kediri menyimpan sebuah cerita di antara mimpi kemewahan dan ketakutan. Perasaan itu tergambar dari raut wajah Artia (nama samaran). Anak pertama dari tiga bersaudara tersebut terpaksa hidup dari lorong-lorong kegelapan dunia digital.

Bacaan Lainnya

Saluran transaksi via aplikasi michat dilakukan mulai pukul 16.00 WIB sampai 22.00 WIB. Bilik kamar ukuran 2×3 meter itu tak tahu telah berapa kali dikunjungi pria penjaja bisnis gelap layanan “lendir”. Asap rokok aroma menthol berkeluk dari bibirnya. Kebulan asap itu memadati ruang kamar yang dilengkapi kasur dan televisi. Sorotan cahaya dari televisi membuka awal kisah perjalanan Artia, Minggu (31/7).

“Aku kepinginnya kuliah meskipun swasta gak apa-apa, tapi ya sebenernya pingin di kampus negeri,” ungkapnya.

Impian tinggi ini sirna seketika. Artia diminta ibunya untuk menjadi tulang punggung keluarga. Perempuan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) swasta Kota Kediri mau tak mau harus rela mengubur keinginannya untuk masuk perguruan tinggi pada 2020 silam.

Upaya mendaftar pekerjaan pada beberapa perusahaan dan toko baju tak kunjung mendapatkan jawaban di ponselnya. Tak sampai disitu, Artia pernah bekerja sebagai penjaga toko warung pinggiran jalan. Hal itu pun tak bertahan lama dilakoni Artia. Ia merasa tak cukup untuk membiayai keluarga dan adik-adiknya.

Matanya sesekali memandang memelototi ponsel untuk melihat jam. Karena, kesepakatan wawancara ini hanya berlangsung satu jam untuk mengganti jam “layanan”. Sempat berkeinginan juga untuk menjadi pelayan makanan di kafe. Artia beralasan pertumbuhan kafe di Kediri dalam kurun 2017 – 2020 cukup maju.

Sekali lagi. Kesempatan itu pupus karena hal yang tak terduga yakni pandemi Covid-19 yang masuk ke Kediri mulai April 2020. Dengan kenekatan yang tak terbendung, ia pun akhirnya memulai untuk masuk dunia gelap ini.

Bagaimana cara memulainya? Sambil menunduk, ia memberi jeda suara. Helaan napas itu dibarengi petikan korek api untuk menyalakan lagi sebatang rokok menthol. Ternyata untuk melakoni itu, Artia melihat grup facebook yang berisi kos-kos dengan sistem sewa harian di Kota Kediri. Dengan modal akun palsu facebook dan uang Rp 100 ribu, Artia menyewa kamar harian tersebut.

Pikiran hanya satu, harus punya uang untuk mencukupi sekollah adik dan kebutuhan orang tuanya. Hingga ia membuka jasa seks itu melalui michat. Ia sadar untuk melakoni ini harus sangat rapi dan tak gupuh. Sebab, salah satu ketakutan yang dihadapi Artia ialah penggrebekan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Kediri.

“Ya wes mikirnya duit aja, obatnya bapak bisa dibeli, beras juga cukup,” tutur perempuan dengan kaos pink ini.

Selama 1,5 tahun menjalani ini, Artia mengaku tak setiap hari melayani lelaki hidung belang. Karena, ia menarget dirinya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga setiap minggu. Rata-rata, tutur Artia, perminggu ia hanya butuh sekitar Rp 750 ribu. Sehingga, ia menyewa kamar 6 bulan.

“Maksimal seminggu 2 kali tok, kalau lebih dari itu ya nggak berani. Pinginnya nikah aja kalau ada yang mau,” kata Artia.

Dengan menikah, imbuhnya, Artia bisa segera mengakhiri dunia gelap htersebut. Di sisi lain, ia tak memungkiri bila dari bisnis via michat ini dapat mempercepatnya untuk membeli barang mewah yang ia inginkan. Seperti I-phone dan perhiasan emas yang menggantung di lehernya tak lepas dari hasil tersebut. Meskipun secara sadar, Artia mengakui bisnis ini salah.

Menuju ujung perbincangan, harapan Artia selain untuk segera menikah agar berhenti dari bisnis “esek-esek”, ia juga ingin membuka toko bersama pasangannya agar tak berkepanjangan menggeluti kupu-kupu malam.

“Menikah terus biar bisa usaha bareng suami, nanti biar gak nanggung hidup sendiri kayak gini,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *