Sampai Juli 2022, Ada 771 Warga Kabupaten Kediri Jadi PMI

Metaranews.co
Kabid Penempatan Kerja Disnaker Kabupaten Kediri Jumadi. (Anis Firmansah/metaranews)

Metaranews.co, Kediri- Mengadu nasib di luar negeri untuk sejahtera masih banyak menjadi pilihan warga Kabupaten Kediri. Apalagi, dua tahun Covid-19 berdampak pada perekonomian masyarakat. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Kediri menilai ada geliat masyarakat untuk berangkat ke luar negeri. Selama tujuh bulan terakhir, Disnaker mencatat ada 771 orang yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kepala Bidang (Kabid) Penempatan Kerja Disnaker, Jumadi, menyatakan bahwa dari 26 kecamatan di Kabupaten Kediri, ada enam kecamatan yang menjadi kantong PMI. Yakni, Kecamatan Ringinrejo, Mojo, Kras, Kandat Ngancar, dan Wates.

“Kalau dijumlah sampai ribuan, pernah saya testimoni, dia bilang lebih enak di Luar negeri. Lebih cepat cari duit,” ucap Jumadi.

Bacaan Lainnya

Ada dua faktor yang mempengaruhi, kata Jumadi, diperkirakan karena melihat kesuksesan sebagian pekerja sepulang dari luar negeri. Tak hanya itu, sebagian PMI merasa kesulitan untuk mencari pekerjaan di Indonesia atau di Kediri.

Yang dominan mempengaruhi pemberangkatan ialah banyaknya PMI yang pulang dari luar negeri sukses mengelola pendapatan dan dijadikan modal usaha di kampung halaman.

Dari jumlah tersebut, jumlah PMI di Kabupaten Kediri masuk dalam 10 besar kantong PMI terbanyak di Jawa Timur. Tepatnya, Kabupaten Kediri menempati ranking ke-6 di Jawa Timur.

Peringkat pertama diduduki oleh Kabupaten Tulungagung. Selanjutnya ialah Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Kediri.

Untuk negara tujuan para PMI, Jumadi menyebut hampir dari semua kota/ kabupaten, mereka paling besar memilih di Asia Pasific (ASPAC), seperti Taiwan,  Malaysia, Singapura, dan Hongkong.

Sedangkan sektor pekerjaan PMI ialah asisten rumah tangga, driver, dan konstruksi, dengan dominasi para PMI perempuan.

Apabila dibandingkan keberadaan PMI ini, secara prosentase sebesar 60 persen perempuan, sedangkan laik-laki hanya 40 persen. Tak hanya itu ada juga PMI yang gagal berangkat ke negara tujuan. Sejumlah permasalahan kegagalan disebutkan mayoritas, mereka tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dituju. Kemudian juga ada yang tidak diperbolehkan oleh pihak keluarga.

“Jumlahnya juga tidak begitu banyak, paling sekitar 4 persen dari total keberangkatan,” ujarnya.

Di balik mimpi untuk hidup layak dan sejahtera, Jumadi mengakui ada risiko besar untuk bagi para PMI saat memutuskan bekerja di luar negeri, yakni perceraian dan masalah rumah tangga lainnya.

“Perpecahan rumah tangga, akibat pergi jauh antara suami dan istri jadi PMI. Pasti banyak yang seperti itu,” ungkap Jumadi, metaranews.co, Jumat (5/8).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *