Bagaimana Hukum dan Prioritas Puasa Syawal yang Biasa Dilakukan Umat Muslim Setelah Ramadan?

puasa Syawal
Ilustrasi ornamen umat muslim. (Pexels)

Metaranews.co, Kalam – Ibadah yang bias dilakukan umat Islam setelah bulan Ramadan yaitu puasa Syawal. Bagaimana hukum dan prioritasnya?

Bulan Ramadan telah berakhir, kini sudah memasuki bulan baru dalam hitungan Islam yakni bulan Syawal.

Bacaan Lainnya

Ada ibadah yang biasa dilakukan setelah berakhirnya bulan Ramadan, yakni puasa Syawal.

Melansir lama NU, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perihal puasa Syawal ini. Terutama soal hukum dan prioritasnya.

Anjuran berpuasa enam hari di bulan Syawal banyak disebut dalam referensi hadits. Salah satunya adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti pahala puasa selama satu tahun.”

Hukumnya adalah sunnah bagi orang yang tidak memiliki tanggungan untuk berpuasa dalam bentuk puasa qadha atau puasa nazar.

Jika memiliki utang puasa Ramadan, hukumnya menjadi makruh. Namun, bagi yang tidak berpuasa dengan sengaja, hukumnya haram. Dianjurkan untuk melakukan puasa wajib terlebih dahulu dan kemudian melakukan puasa sunnah.

Ibadah ini idealnya dilakukan enam hari berturut-turut setelah Idul Fitri, yakni tanggal 2 hingga 7 Syawal. Meski demikian, puasa di luar tanggal tersebut juga tetap mendapat keutamaan puasa Syawal, seolah-olah puasa wajib setahun penuh.

Puasa bisa dilakukan pada tanggal 2 sampai 7 Syawal berturut-turut atau setiap hari Senin dan Kamis, melewati tanggal 13, 14, 15, dan seterusnya, selama masih dalam bulan Syawal.

Jadi, tidak diwajibkan selama enam hari berturut-turut atau hanya pada tanggal 2 sampai 7 Syawal. Selama puasa dilakukan enam hari di bulan Syawal, keutamaan ibadah ini tetap bisa diperoleh.

Niat Puasa Syawal

Niat yang dibaca tidak harus dilakukan pada malam hari atau menjelang subuh, namun bisa kapan saja. Niatnya juga bisa muncul di pagi atau sore hari untuk menjalankan puasa ini, selama belum makan, minum, atau melakukan hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.

Buka sebelum Maghrib

Karena satu dan lain hal, berbuka puasa sebelum maghrib mungkin saja terjadi. Misalnya ketika menjenguk atau menghormati tamu yang datang, boleh berbuka puasa, tetapi kemudian mengqodo’nya di lain hari.

Hal ini sesuai dengan peringatan yang disampaikan Nabi kepada para sahabat yang ketika berkunjung dan disuguhi makanan menolak karena sedang berpuasa Syawal.

Para ulama lalu merumuskan bila tuan rumah keberatan dengan puasa sunnah tamunya, maka hukumnya membatalkan puasa sunnah baginya untuk menyenangkan tuan rumah. Dalam kondisi seperti ini, pahala berbuka lebih utama daripada pahala puasa.

Namun, selama ada indikasi kuat bahwa puasa tidak mengganggu perasaan orang lain atau tidak menimbulkan hambatan yang berarti, maka puasanya tetap sah hingga maghrib.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *