Menjawab Pertanyaan, Kenapa Jumlah Rakaat Salat Tarawih Berbeda ?

salat tarawih
Ilustrasi umat muslim yang sedang melaksanakan salat berjamaah. (Pexels)

Metaranews.co, Kalam – Mencari jawaban, mengapa salat tarawih di Indonesia jumlah rakaat berbeda. Bagi yang belum memahami, perhatikan ulasan berikut ini.

Melansir laman resmi NU, salat tarawih merupakan ibadah Sunnah yang biasa dilakukan umat muslim saat bulan Ramadan. Selepas salat Isya, masyarakat lalu menjalankan ibadah salat tarawih.

Bacaan Lainnya

Terkadang, dalam menjalankan ibadah ini, jumlah rakaat yang ditemui ada yang berbeda. Ada yang 20 rakaat ada juga yang hanya 8 rakaat.

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW :

“Barang siapa yang bangun (salat tarawih malam) di bulan Ramadan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Tarawih adalah salat sunnah yang dilakukan khusus hanya di bulan Ramadhan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak yang berarti “sejenak istirahat”.

Waktu salat tarawih dilakukan setelah Isya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW salat di masjid Nabawi pada suatu malam di bulan Ramadan.

Teman-teman yang mengetahui kemudian mengikutinya. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang yang mengikuti kegiatan Nabi Muhammad SAW.

Malam berikutnya, Nabi Muhammad SAW masih melakukan hal itu. Namun pada hari keempat, Nabi Muhammad tidak hadir.

Kemudian Nabi Muhammad menjelaskan “sebenarnya tidak ada yang menghalangi saya untuk ikut serta dengan kalian. Hanya saja saya khawatir nanti hal ini menjadi wajib.”

Beberapa mazhab fikih pada dasarnya tidak berbeda jauh pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih. Sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd dalam Bidâyatul Mujtahid, perbedaan angka ini hanya soal afdhaliyah.

Imam Malik bin Anas dalam salah satu pendapatnya, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan begitu pula Dawud azh Zahiri, memilih tarawih dengan 20 rakaat.

Ada juga yang berpendapat bahwa tarawih adalah 36 rakaat, meskipun tidak populer.

Imam Ibnu Qudamah mencatat dalam al-Mughni bahwa alasan perbedaan ini adalah dasar dari hadits dan riwayat para sahabat yang digunakan.

Imam Malik bin Anas, sebagaimana ulama lainnya, menggunakan riwayat dari Yazid bin Ruman yang mauquf atau berdasarkan perilaku seorang sahabat, bahwa orang-orang yang shalat tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan dua puluh rakaat, dipimpin oleh seorang sahabat Ubay bin Ka’ab.

Hal ini berbeda dengan keterangan yang diberikan oleh salah seorang ahli hadits generasi terdahulu, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah yang juga guru Imam Malik.Ia menyebutkan pertemuan orang-orang di Madinah shalat sebanyak 36 rakaat.

Mereka yang berpendapat bahwa tarawih dilakukan dalam delapan rakaat bersandar pada hadits berikut:

Diriwayatkan dari Abu Salamah, dia pernah bertanya kepada Aisyah :

“Bagaimana salat Nabi Muhammad di bulan Ramadan?”

Aisyah menjawab, “Beliau tidak menambah bulan Ramadan dan bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat : shalat empat rakaat, yang baik dan panjang, lalu shalat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Saya juga pernah bertanya : Wahai Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum menunaikan shalat witir? Dia menjawab: “mataku tidur, tapi hatiku tidak.”

Hadits ini adalah dasar bagi mereka yang membaca delapan rakaat salat ditambah tiga rakaat witir.

Namun hadits di atas dianggap oleh banyak ulama sebagai hadits yang berkaitan dengan jumlah rakaat dan tata cara witir, bukan tarawih.

Dengan begitu, jumlah rakaat Tarawih berbeda karena perbedaan pemahaman hadis. Jika ingin memilih delapan, dua puluh, atau lebih dari itu, ketahuilah bahwa tidak ada pernyataan tegas dalam hadits Nabi mengenai jumlah rakaat tarawih.

Menurut keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Sahih al-Bukhari sebagaimana dikutip KH Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadits Palsu Seputar Ramadhan, pada dasarnya tidak ada ketentuan khusus dari Nabi dalam hadits-hadits mengenai tarawih.

Para ulama yang memilih pendapat 20 rakaat di atas, memilih berdasarkan keutamaannya, karena argumentasinya masih berdasarkan perbuatan para sahabat pada masa Umar bin Khattab dan tidak dikomentari oleh para sahabat lainnya.

Demikian sedikit penjelasan tentang mengapa jumlah rakaat dalam salat tarawih berbeda.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *