Metaranews.co, Kalam – Terlambat ikut salat Ied ? Perlukah kita mengulang bacaan takbir sendiri? Begini penjelasan gamblangnya.
Beberapa hal yang dianjurkan saat Hari Raya Idul Fitri adalah menyelenggarakan salat Idul Fitri atau Salat Ied. Hukumnya adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).
Salat Ied disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Salat Ied sering dilakukan oleh Rasulullah saw hingga meninggal dunia.
Kemudian dilanjutkan oleh teman-teman dan orang-orangnya sampai sekarang. Adapun syarat dan rukun salat Idul Fitri sama dengan pelaksanaan shalat fardhu dan sunnah pada umumnya.
Namun dalam pelaksanaannya, salat Idul Fitri cukup berbeda dengan salat sunnah lainnya. Saat melaksanakan saolat Idul Fitri, disunnahkan untuk melakukan takbir tujuh (7) kali pada rakaat pertama, dan lima (5) takbir pada rakaat kedua.
Meski demikian, masih ada sebagian jamaah yang datang terlambat untuk menghadiri salat Idul Fitri, sedangkan imam sudah mulai membaca Al-Fatihah.
Melansir laman NU, menurut ketentuan ilmu fikh, bila seseorang ketinggalan takbir karena terlambat pelaksanaan salat Idul Fitri, maka ia tidak diperintahkan untuk menambah takbirnya sendiri atau membacanya.
Karena tempat pemberian takbir adalah sebelum imam membaca Al-Fatihah. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyan (wafat 1270 H) dalam kitabnya:
“Waktu takbir yang telah disebutkan adalah antara bacaan iftitah dan ta’awudz. Jika ia meninggalkannya padahal dalam keadaan lalai, lalu ia membaca ta’awudz atau membaca surat sebelum membaca Al-Fatihah, maka kepunahan takbirnya tidak hilang. Jika seseorang meninggalkan takbir dan mulai membaca surat Al-Fatihah atau imam telah memulai membaca Al-Fatihah sebelum jamaah menyelesaikan takbir, maka kepunahan takbir akan hilang. Karena waktu takbir sudah habis dan tidak perlu dilakukan takbir susulan.” (Sa’id bin Muhammad Ba’isyan, Busyral Karim bi Syarhi Masailit Ta’lim, [Jeddah: Darul Minhaj], halaman 424).
Setelah ditelusuri ternyata dalil yang dibangun oleh para ahli fikih yang menyatakan bahwa tidak lazim menambahkan takbir lagi adalah, karena jika imam sudah membaca surat Al-Fatihah sementara jamaah mulai membaca takbir, maka akan terjadi mukhalafah (perbedaan perbuatan yang dilakukan oleh imam dan jamaah) yang tidak diperbolehkan ketika salat berjamaah.
Padahal imam harus diikuti jamaah dalam segala aspek, sebagaimana disampaikan dalam hadits:
“Sesungguhnya tujuan seorang imam yang mapan adalah untuk dituruti, maka janganlah kamu berbeda dengan dia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mengenai hal ini, tokoh mazhab Syafi’i, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) memberikan penjelasan yang gamblang:
“Jika seseorang lupa takbir atau sengaja meninggalkannya lalu mulai membaca ta’awudz, maka kepunahan bacaan takbir tidak hilang; atau dia mulai membaca surat itu meskipun hanya setengah dari bacaan basmalah; atau imam berpindah tempat dan tidak menyelesaikan bacaannya, maka matinya bacaan takbirnya hilang, karena hilangnya tempat bacaannya. Karena tidak perlu ikutan takbir. Hal ini dibedakan dengan tidak menghilangkan kepunahan bacaan salat iftitah dengan menggerakkan imam membaca Al-Fatihah, bahwa ini adalah syi’ar yang khafi (samar-samar) dan tidak secara jelas mengungkapkan mukhalafah (perbedaan perbuatan imam dan kongregasi). Ini berbeda dengan bacaan takbir, karena sebenarnya bacaan takbir termasuk dalam kategori syi’ar zhahir (jelas), karena membaca takbir dengan suara keras dan mengangkat tangan saat melakukannya adalah sunnah. Oleh karena itu, membaca takbir atau mengerjakan sebagiannya setelah imam mulai membaca Al-Fatihah dikategorikan sebagai mukhalafah.” (Ibn Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Mesir: Al-Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra], bab III, halaman 44).
Senada dengan pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitami, Syaikhul Islam Syekh Zakariya Al-Anshari (wafat 926 H) menegaskan:
“Dan jamaah harus mengikuti imam dalam enam (6) takbir atau dalam tiga (3) takbir yang dilakukan oleh imam, dan dia tidak diperbolehkan menambahkannya. Saya tidak tahu apakah dia beriman kepada imamnya atau tidak. Karena ada hadits : “Sesungguhnya tujuan didirikannya seorang imam adalah untuk diikuti, karena an ya tidak berbeda dengan dia”, sehingga ketika jamaah menemukan imam pada rakaat kedua, ia harus mengambil takbir bersama imam sebanyak 5 (lima) kali, kemudian pada raka’at kedua juga tidak boleh bertakbir kecuali 5 (lima) takbir. Lupa takbir sama saja dengan meninggalkan sunnah-sunnah lainnya.” (Zakariya Al-Anshari, Al-Ghurarul Bahiyyah fi Syarhil Bahjahtil Wardiyah, [bahasa Mesir: Al-Mathba’ah Al-Maimuniyyah], bab II, halaman 54).
Itulah penjelasan gamblang perihal pertanyaan apakah boleh mengulang takbir ketika terlambat ikut salat Ied.