Metaranews.co, Kediri– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri bersama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Kediri dan Fakultas Hukum Uniska semarak bebas berekspresi. Kegiayan yang digelar dalam rangka World Press Freedom Day atau Hari Kemerdekaan Pers Internasional ini menyedot perhatian ratusan orang di Aula Uniska Kediri, pada Jumat (20/5).
Mereka menikmati berbagai tampilan musik, puisi, teatrikal, musikalisasi puisi dan pantomim di atas panggung yang berakhir menjelang tengah malam ini.
Ketua AJI Kediri Danu Sukendro mengatakan perlindungan hukum bagi jurnalis masih memerlukan perhatian lebih. Dikarenakan jurnalis rentan masih rentan dilaporkan ke aparat hukum. Meski aktivitas jurnalistik dilindungi oleh Undang Undang nomor 40/1999.
“UU Pers ialah amanat reformasi pada 21 Mei 1998 silam,” tegas Danu.
Ia menyebut kran kebebasan pers pasca reformasi ternyata tak bisa berjalan konsisten. Dikarenakan masih banyak kasus yang seharusnya merupakan sengketa pemberitaan dan diselesaikan dengan UU Pers, justru diselesaikan melalui jalur pidana. Para jurnalis kerap mendapat jeratan pasal karet KUHP serta UU ITE. Banyak pihak yang tak memahami kerja jurnalis sehingga kerap terjadi kasus menghalang-halangi kerja jurnalis bahkan kekerasan.
Selama 2021, Aliansi Jurnalis Independen mencatat terdapat 43 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis. Data Reporters Without Borders (RSF) menunjukkan Indonesia mengalami penurunan indeks kebebasan pers, dari urutan ke-113 pada tahun 2021 tahun 2022 urutan 117.
“Ironis. 24 tahun reformasi, namun kebebasan pers masih terbelenggu bahkan sudah menunjukkan pemberangusan seperti era Orde Baru, namun dengan pola yang lain,” tukas Danu.
Karena itu, Danu berharap MoU dengan FH Uniska ini dapat memperkuat kapasitas advokasi jurnalis sehingga jurnalis bisa memaksimalkan perannya sebagai fungsi kontrol bagi penguasa.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Uniska Dr Zainal Arifin menyatakan dukungannya terhadap perlindungan hukum bagi jurnalis. Sebab, lanjut dia, jurnalis bekerja menjadi mata masyarakat.
“Jurnalis bekerja untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu atau right to know, masyarakat itu memiliki hak untuk mengetahui. Masyarakat biasa tidak bisa mengakses informasi untuk mengetahui. Karena itu kemudian di wakili oleh wartawan dalam hal ini pers sebagai pencari informasi sehingga kebebasan pers menjadi dasar yang utama dalam menunjang berbagai hal termasuk demokrasi,” pungkas Zainal.
Menurut Zainal, Fakultas Hukum Uniska berkomitmen untuk menguatkan perlindungan bagi jurnalis. Dari pelatihan advokasi hingga pendampingan hukum bagi jurnalis yang berperkara. “MoU ini harus diimplementasikan dalam program yang nyata untuk menberikan perlindungan hukum bagi jurnalis,” tambah Zainal yang desertasinya tentang Hukum Pers ini.