Fenomena Munculnya Makam-makam Kuno Usai Waduk Gajah Mungkur Mengering

Fenomena Munculnya Makam-makam Kuno Usai Waduk Gajah Mungkur Mengering (jatengdaily)
Fenomena Munculnya Makam-makam Kuno Usai Waduk Gajah Mungkur Mengering (jatengdaily)

Metaranews.co, News – Peristiwa mengeringnya Waduk Gajah Mungkur (WGM), Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, memunculkan fenomena munculnya makam kuno.

Hampir semua makam yang muncul ke permukaan berisi kijing berwarna putih mirip batu. Kijing adalah batu penutup kuburan yang menyatu dengan nisan, baik yang terbuat dari marmer, ubin atau semen.

Bacaan Lainnya

Salah satu kompleks makam yang mulai bermunculan di perairan Waduk Gajah Mungkur berada di kawasan Jaban, Kecamatan Wuryantoro.

Seperti dilansir Suara, Selasa (12/9), sejumlah kijing berceceran atau berserakan. Bahkan ada yang rusak bahkan hancur akibat tergerus air. Ada juga yang masih berada di tempatnya.

Hampir seluruh kijing yang ada di kompleks makam tersebut berwarna putih dan menyerupai batu. Di beberapa nisan terdapat tulisan nama jenazah dan tahun meninggalnya. Namun rata-rata tulisannya sulit dibaca.

Salah satu nisan yang masih terbaca bertuliskan ‘KASUMAWI JUMAT KLIWON 16.7.71’. Selain itu ada kijing yang ditulis dengan aksara Jawa. Namun di batu nisan tertulis tahun 1957.

Munculnya kijing di perairan WGM pada musim kemarau seperti ini membuktikan bahwa dulunya perairan WGM merupakan kawasan pemukiman. WGM dibangun pada tahun 1978 dan telah beroperasi sejak tahun 1980.

Saat WGM mulai dibangun, sekitar 41.000 warga yang tinggal di 45 desa di 6 kecamatan di Wonogiri harus pindah atau transmigrasi.

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komisariat Wonogiri Dennys Pradita menjelaskan, pada zaman dahulu kawasan Wonogiri bagian selatan banyak terdapat batu gamping. Pada masa itu, batuan kapur juga banyak digunakan untuk bangunan rumah.

Termasuk untuk pembuatan batu kijing.

“Pada periode (1970-an) itu batuan kapur banyak dimanfaatkan warga. Biasanya memang (kijing) pakai batu putih, batuan kapur. Kalau sekarang (kijing) banyak yang menggunakan semen,” ungkap Dennys.

Tidak semua makam di kompleks tersebut muncul. Ada beberapa kuburan yang masih terendam air waduk. Selain itu, ada juga yang hanya terlihat setengahnya saja.

Jika ingin mencoba melihat makam di Wiryantoro, komplek makam berjarak sekitar 200 meter dari jalan desa. Jika air waduk berkurang seperti sekarang, terdapat jalan setapak yang bisa digunakan sepeda motor untuk mendekati kompleks makam.

Pos terkait