Metaranews.co, Kediri- Habis gelap terbitlah terang. Begitulah makna nyata dari puluhan kepala keluarga yang terdampak pembangunan Bandara Kediri yang akhirnya bisa bernapas sedikit lega. Penantiannya selama dua tahun untuk mendapatkan aliran listrik kini bisa dinikmati 21 kepala keluarga (KK) asal Desa Bulusari, Kecamatan Grogol yang berpindah ke Dusun Ngolakan, Desa Cerme, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri.
Senyum Siti Tianah semringah. Bukan hanya karena kedatangan rombongan Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana ke Dusun Ngolakan, Desa Cerme, Kecamatan Grogol, Rabu (14/9/2022). Kesemringahan ini tentu setelah dua tahun menunggu adanya aliran listrik dari PLN ke rumah barunya.
Perempuan 47 tahun itu tampak bungah. Ia seperti menahan rindu selama dua tahun untuk menikmati aliran listrik. Semenjak kepindahannya dari Desa Bulusari ke Desa Cerme pada 2020 silam, Siti dan warga terdampak harus mendapatkan listrik dari jenset berbahan bakar pertalite. Lampu penerangan rumahnya pun dengan daya yang lemah ketika diserang malam yang hening.
“Ya begitulah tidak ada penerangan,” tutur Tianah kepada metaranews.co.
Kalimat dengan nada pasrah dan penuh penerimaan itu muncul ketika ia mengingat membali dua tahun ke belakang. Memori kecilnya memanggil sebuah ingatan kala keluarganya akan menuju ke kamar mandi atau toilet.
Satu liter pertalite untuk mesin jenset itu hanya bertahan selam tiga jam. Sedangkan, ketika keluarganya menuju ruang mimpi, mereka harus rela mematikan seluruh lampu itu untuk menghemat BBM. Rumah yang berdiri di tengah bentangan sawah itu syahdu berkawan suara jangkrik dan kodok. Teman penerangan malamnya ialah bintang dan rembulan.
Putaran memori Tianah tak berhenti begitu saja. Tiba-tiba matanya ke arah anaknya. Dua bocah yang bermain di teras rumah membawa pengalaman hidupnya menemani sang buah hati belajar. Aktivitas bersama anak di rumah pun tak bisa banyak dilakukan. Padahal, mereka masih berusia enam tahun. Dengan berat hati, kedua anaknya harus menyadari kalau tidak ada aliran listrik. Sehingga, mereka tak dapat menikmati hiburan televisi dan bermain di kala malam hari.
Sebagai pedagang di toko kelontong rumahan, Tianah juga tak bisa membuka toko sampai malam hari. Lagi-lagi semua karena tak adanya aliran listrik. Kegiatan dapur dilakukan dengan sangat sederhana, yakni warga memasak dengan kayu api.
“Jualannya pagi, sampai jam 4 sore harus saya tutup, karena kan gak ada listrik. Kalau malam kondisi gelap. Dalam satu bulan, warga menghabiskan pembelian BBM sebanyak Rp 600 ribu untuk jenset, namun alhamdulillah sekarang sudah dialiri listrik bisa menghemat,” imbuh ibu dua anak ini.
Sebagai perbandingan, Tianah mengukur pengeluaran rumah tangganya. Ketika menggunakan jenset Rp 600 ribu hanya bisa digunakan untuk BBM. Namun, bila menggunakan listrik, dalam sebulan pengeluarannya untuk kebutuhan sehari-hari di rumah seperti memasak hanya menghabiskan Rp 150 ribu.
“Untungnya Rp 450 ribu, kita senang sekarang sudah ada listrik, ” katanya sambal tersenyum setelah mendapat 1200 VA aliran listrik.
Apa kendala yang membuat warga terdampak Bandara Dhoho Kediri ini lama mendapatkan aliran listrik? Mendapatkan pertanyaan ini, Manajer Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) PLN Kediri Edi Cahyono, mengaku sejumlah kendala timbul saat pemasangan aliran listrik di lokasi setempat, yang mengakibatkan hingga 2 tahun. Lokasi rumah warga baru ini berlokasi di persawahan, jauh dari perkampungan.
“Kita memerlukan waktu untuk memasang tiang-tiang listrik ini,” ujarnya.
Sementara Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, menyebutkan sebanyak 21 warga di desa ini, tidak mendapatkan aliran listrik selama 2 tahun. Usai perpindahan dari lokasi terdampak Bandara Dhoho Kediri.
“Alhamdulillah hari ini, setelah berkolaborasi ringan pemerintah kabupaten, desa, bidang perekonomian dan PLN, alhamdulillah listrik bisa teraliri, ” pungkasnya.