Mengejutkan, Satu Saksi Korban Mengaku Tak Pernah Melakukan Asusila dengan Bechi

metaranews.co
I Gede Pasek Suardika, ketua tim pengacara Bechi, terdakwa kasus pencabulan santri Ponpes Shiddiqiyah, Jombang. (dok)

Metaranews.co, Surabaya- Agenda pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi terus berjalan. Kini, ada tiga orang saksi yang dihadirkan. Namun, ada satu kesaksian dari saksi yang pernah disebut dalam dakwaan tidak pernah berbuat asusila dengan terdakwa.

Ketua Tim Pengacara MSAT, Gede Pasek Suardika menjelaskan, kali ini pihaknya memang menghadirkan 3 orang saksi fakta. Ketiga saksi itu antara lain satu saksi mantan santri, satu orang pengajar, dan satu saksi merupakan saksi yang namanya pernah disebut sebagai korban dugaan asusila MSAT.

Bacaan Lainnya

“Satu saksi adalah orang yang juga ikut dikeluarkan (pondok) dari 13 nama di 2018. Tapi dia tidak ada kaitan dengan korban, murni karena tidak menaati peraturan di sekolah, seperti sering bolos dan tidak aktif di kegiatan sosial. Lalu diberi sanksi, dia sudah minta maaf dan rajin sekolah, tapi diberi sanksi 6 bulan dan dipulihkan kembali. Jadi dia tidak ada kaitannya, laporan dari polisi itu tidak nyambung, laporannya 2019 bulan Oktober, visumnya baru November,” terangnya.

Saksi kedua, tambahnya, merupakan seorang pengajar di pondok. Ia menjelaskan bahwa MSAT tidak pernah mengajar MQ sejak 2013. Lalu pelajarannya diambil alih oleh saksi sampai sekarang. Faktanya semua saksi mengakui tidak pernah diajar oleh MSAT.

“MSAT fokus pada mengembangkan usaha, musik, dan lain lain. MSAT hanya mengajar 2 kali itu pun ditahun di 2012. Beliau jabatannya sebagai wakil rektor atau koordinator di 2012. Lalu 2 tahun lalu diganti. Secara kegiatan beliau tidak begitu aktif, tapi nama beliau digunakan sebagai daya tarik,” tandasnya.

Saksi terakhir, tambahnya, adalah salah satu yang namanya pernah disebut sebagai salah satu korban juga oleh salah satu saksi dari jaksa penuntut umum beberapa waktu lalu. Saksi ini pun dinarasikan sebagai korban perbuatan asusila MSAT, bersamaan dengan satu korban lainnya.

“Satu saksi dari JPU yang mengaku korban dan membuat cerita yang cukup serem tentang asusila,” katanya.

Cerita dari korban itu pun, lalu dibantah oleh saksi yang hadir dalam persidangan kali ini. Menurut GPS, saksi ini pernah disebut namanya oleh saksi JPU jika ia juga turut menjadi korban dalam dugaan asusila MSAT.

“(Keterangan) itu dibantah sendiri oleh saksi, tidak ada (tindakan asusila itu). Namanya hanya dicatut saja. Dalam sidang tadi ia justru menghadirkan bukti, adanya chat (chattingan) mesra korban. Ini tadi dihadirkan sebagai bukti chat, seolah ‘dia yang kangen kok ngaku diperkosa’,” katanya.

Terkait dengan hal itu, ia pun mengaku mulai bingung dengan perkara yang ditanganinya ini. Sebab, selain banyak fakta yang tidak mendukung dakwaan, juga soal ketidakhadiran saksi kunci yang dianggap makin mengaburkan fakta persidangan.

“Makanya, ini kita bingung, ini sebenarnya kasus apa. Sebenarnya, kalau ada saksi kunci yang tidak hadir (meski) sebelumnya bisa hadir, ya gimana. (Kalau hadir) Kan itu tambah bagus, akan ketemu master mind dari skenarionya apa. Selain anak tunggal dan pewaris, ini tentang apa, sayangnya ini terlindungi, akhirnya kami menemukan pasal untuk menghadirkan pada sidang, akhirnya dengan surat itu, tapi ya sudah, rekayasa akan terus berlanjut,” tutupnya.

 

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Tengku Firdaus menyatakan, keterangan (saksi) santri ini tidak bersesuaian dengan saksi sebelumnya. Untuk itu, pihaknya tidak banyak memberikan komentar.

“Ya mereka (saksi) menjelaskan terkait pemecatan 13 santri. Ada beberapa keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti yang kita ajukan,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *