Perppu Cipta Kerja Gagal Sah, Disebut Pakar Ada Ketidakpastian Hukum

Perppu Cipta Kerja
Baleg DPR RI saat menyetujui Perppu Cipta Kerja. (Instagram @airlanggahartarto.official)

Metaranews.co, News – Perppu Cipta Kerja (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja) kembali jadi kontroversi usai DPR gagal mengesahkan pada sidang ketiga periode 2022-2023.

Perppu Cipta Kerja Gagal Disahkan, Disebut Sebabkan Ketidakpastian Hukum

Perppu Cipta Kerja
Baleg DPR RI saat menyetujui Perppu Cipta Kerja. (Instagram @airlanggahartarto.official)

Gagalnya pengesahan Perppu Cipta Kerja ini disebut Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi menyebabkan adanya ketidakpastian hukum.

Bacaan Lainnya

Fajri menyebut, adanya kontroversi ini dikarenakan, menurut Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD), disebutkan, jika setelah ditetapkan Perppu harus mendapat persetujuan DPR.

Kemudian, selama sesi selanjutnya, hal itu tidak terjadi karena masa sidang DPR, setelah setelah Perppu Ciptaker ditetapkan berakhir Kamis (16/2/2023) lalu melansir Tempo.co.

Lebih lanjut, hal ini membuat ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 tidak terpenuhi.

“Akibatnya, Perppu Ciptaker harus dicabut sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (3) UUD,” ucap Fajri.

Menurut Fajri, Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat formal sebuah undang-undang, sebagaimana diatur dalam UUD. Situasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha.

Terlebih, pemerintah juga sedang berupaya memberlakukan UU Cipta Kerja untuk memberikan kemudahan investasi dan kepastian hukum dalam berbisnis di Indonesia.

“Ini sebenarnya kontraproduktif dengan apa yang dimaksudkan di awal,” ungkapnya.

Perppu Cipta Kerja ini, Fajri melanjutkan malah memperburuk keadaan. Karena akan mempersulit pengusaha dan pekerja mendapatkan referensi hukum.

Hal itu semakin menunjukkan, bagaimana pemerintah gagal memberikan solusi, setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi.

“Kalau dikaitkan dengan tren pemerintah saat ini yang fokus pada investasi, akan sulit,” katanya.

Ia pun menyarankan ke  pemerintah dan DPR untuk kembali fokus pada amanat yang diberikan Mahkamah Konstitusi saat menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Menurut Pakar

Sementara itu, menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti, anggapan Perpu Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo masih bisa dibahas dalam sidang DPR mendatang.

Hal itu, tertuang jelas dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Perppu, kata Susi,  jelas tidak sesuai dengan prosedur konstitusi karena tidak disahkan pada Sidang III tahun 2022-2023 di DPR yang berakhir pada 16 Februari 2023 lalu.

“Paripurna merupakan kesepakatan tertinggi yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh legislator,” ujar Susi dalam konferensi pers, Minggu, 19 Februari 2023.

Untuk diketahui, Perppu Cipta Kerja dibatalkan pada sesi sebelumnya. Dalam rapat paripurna penutup masa sidang, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga menyinggung Perpu Pemilihan Umum.

Dasco mengatakan, DPR dan pemerintah akan membahas kedua Perppu tersebut sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang dan juga memperhatikan kepentingan nasional,” kata Ketua Harian Partai Gerindra ini.

Setelah dibatalkan di rapat paripurna, sejumlah anggota dewan berkomentar Perppu Cipta Kerja masih bisa dibahas di sidang berikutnya.

Dari statement itu, Susi membantah,  persetujuan Baleg tidak mencerminkan bahwa DPR sudah sepakat dengan Perppu. Karena apa yang disepakati pada pembahasan tingkat pertama, belum tentu tercapai pada pembahasan tingkat kedua.

Secara teori, ia mengatakan bahwa pengesahan Baleg hanyalah sebagian fungsi parlemen yang tidak bisa dijadikan klaim bahwa proses pembentukan undang-undang sudah selesai.

Susi mengatakan, pada Pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi :

(1) Dalam hal mendesak, Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam sidang berikutnya.

(3) Apabila persetujuan tidak diperoleh, peraturan pemerintah tersebut harus dicabut.

Menurutnya, Pasal 22 ayat (2) menegaskan frasa “persidangan berikutnya”. Makna frasa tersebut dijelaskan dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan ini direvisi melalui UU Nomor 13 Tahun 2022, namun Pasal 52 tidak berubah sama sekali.

Kemudian pada Penjelasan Pasal 52 berbunyi :

Peraturan ini direvisi melalui UU Nomor 13 Tahun 2022, namun Pasal 52 tidak berubah sama sekali.

Penjelasan Pasal 52 berbunyi :

Yang dimaksud dengan “persidangan berikutnya” adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diundangkan.”

Mash kata Susi, inilah tafsir otentik pembuat undang-undang terhadap undang-undang ini. Jadi, mau tidak mau, Perpu Cipta Kerja harus dibahas di DPR pada sidang III.

“Tidak ada yang lain,” pungkasnya.

Sebelumnya, Perppu Cipta Kerja disetujui Badan Legislatif (Baleg) DPR RI pada rapat paripurna yang digelar pada Rabu (15/2/2023).

Baleg DPR telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. Hal itu disampaikan Deputi Baleg Perpu Cipta Kerja M Nurdin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *