Metaranews.co, News – Satu tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi tragedi yang menggemparkan dunia sepak bola Indonesia. Tragedi tersebut terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1.
Kekalahan Arema FC dari Persebaya dengan skor 2-3 membuat sekumpulan penonton menyemut ke dalam lapangan hijau. Situasi semakin tak terkendali ketika aparat kepolisian menembakan gas air mata ke arah tribun penonton.
Akses stadion yang tak mampu menampung ribuan orang dalam waktu bersamaan membuat penonton terjebak di ambang pintu keluar arena. Penonton pun berdesak-desakan berebut keluar lapangan. Gas air mata menambah parah keadaan. Orang-orang bergelimpangan.
Akibat tragedi ini, sebanyak 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka. Rata-rata korban luka mengalami masalah serupa, yaitu kerusakan penglihatan dan pernapasan.
Pemerintah melalui Kemenko Polhukam membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk melakukan investigasi terhadap penyebab utama insiden. TGIPF menyatakan bahwa gas air mata adalah biang kerok Tragedi Kanjuruhan.
Di sisi lain, kepolisian menetapkan enam tersangka dalam tragedi ini, yaitu Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kabag Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.
Proses hukum terhadap para tersangka masih terus berjalan. Akhmad Hadian Lukita sejauh ini dibebaskan. Sedangkan pihak Arema FC dan anggota Polri yang dianggap bertanggung jawab telah dijatuhi vonis penjara.
Tragedi Kanjuruhan turut menjadi perhatian dunia. Bukan tanpa alasan, jumlah korban yang tewas merupakan yang terbanyak kedua di dunia dari insiden serupa.
Presiden FIFA, Gianni Infantino, sempat berkunjung ke Indonesia tak lama setelah Tragedi Kanjuruhan. FIFA ingin transformasi sepak bola dilakukan di Indonesia.
Kompetisi sepak bola Indonesia dalam hal ini Liga 1 dan Liga 2 juga sempat berhenti total setelah tragedi terjadi. Liga 1 bahkan sampai menghapus sistem degradasi. Kini, Liga 1 dan Liga 2 menerapkan larangan suporter tandang sebagai penerapan transformasi sepak bola yang direkomendasikan FIFA.
Kini kompetisi sudah kembali bergulir dari Liga 1 hingga Liga 2. Namun, ingatan publik terhadap Tragedi Kanjuruhan tetap menyala.