Haedar Nashir Sampaikan 7 Agenda Penting untuk Kader Muhammadiyah

metaranews.co
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan pandangan untuk lima tahun ke depan. (dok Muhammadiyah)

Metaranews.co, Surakarta – Pada sidang pleno II muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Auditorium Djazman Al-Kindi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (19/11), ada pandangan yang sampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Pandangan ini merupakan agenda yang perlu dikerjakan oleh kader Muhammadiyah. Ia menyampaikan ada 7 agenda penting untuk menyongsong persyarikatan dalam lima tahun ke depan agar Muhammadiyah dapat menjadi “leader” atau kekuatan strategis yang berpengaruh dalam memimpin masa depan umat dan bangsa.

Pertama, penegasan paham dan ideologi Islam Muhammadiyah. Penegasan ini dinilai penting karena banyak kader dan anggota yang tidak setuju dengan ideologi Persyarikatan. Padahal, dokumen resmi tentang pandangan Muhammadiyah sangat lengkap, misalnya:

Bacaan Lainnya

Manhaj Tarjih, Sila Muqaddimah Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah, Khittah Muhammadiyah, Kebijakan Kehidupan Islam Muhammadiyah, Anggota Negara Panca Dary Darul Ahdi Wa Syahadah dan lain – lain.

“Banyak kasus orang luar masuk Muhammadiyah kemudian mengambil tindakan hukum dan melakukan hal lain karena paham Islam dan pemikirannya bertentangan dengan Muhammadiyah. Diantaranya anggota, kader dan pimpinan yang hanya memikirkan diri sendiri dan merasa sejalan. dengan Muhammadiyah. Mereka tidak sejalan,” kata Haedar. Kami berharap hal seperti ini tidak akan terjadi di masa depan. Menurutnya, internalisasi ideologi Muhammadiyah harus dilakukan secara sistematis dan harus menjadi prioritas setiap pimpinan Muhammadiyah dari pusat hingga cabang.

Kedua, penguatan dan penyebarluasan pandangan Islam yang berkemajuan. Karena anggota dan pimpinan Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan dan bukan partai politik, maka mereka tidak boleh terlibat dalam hal-hal di luar kewenangannya, seperti urusan politik.

Sebaliknya, mereka dianggap lebih mementingkan Diniyah atau urusan agama untuk membimbing umat, mencegah mengerasnya ideologi Islamisme yang cenderung reaktif, eksklusif dan ekstrim. “Muhammadiyah penting hadir aktif menyebarkan dan memberikan kepemimpinan agama Islam, yang dapat menjadi penawar dahaga beragama di tubuh orang-orang yang beriman dan beribadah di satu sisi, tetapi juga umat yang berakhlak dan muamalah. yang dinamis, pengertian dan progresif,” pesan Haedar.

Visi Muhammadiyah tentang kosmopolitanisme Islam, dengan cara pandangnya yang universal dan global, juga dapat dikatakan bertransformasi menjadi visi ummat untuk menghindari pribumisasi Islam yang cenderung lokal dan chauvinistik. Ini termasuk menghindari gangguan yang disebabkan oleh revolusi ilmiah, yang tampaknya terjadi pada agama.

“Di sini penting memperkuat dan menyebarkan pandangan Islam yang berkemajuan untuk membimbing pemahaman dan praktik keagamaan umat dan masyarakat luas,” kata Haedar.

Ketiga, memperkuat dan memperluas basis komunitas di akar rumput. Sejak zaman Kiai Ahmad Dahlan, masyarakat di desa dan kota telah menjadi jiwa Muhammadiyah, dengan masjid dan cabang sebagai pusat gerakannya. Muhammadiyah juga merumuskan pedoman melalui strategi Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ) (1968), Dakwah Budaya (2002), dan Dakwah Masyarakat (2015).

Haedar berharap dapat menghidupkan kembali semangat kelompok ini untuk memajukan dakwah dan filantropi Muhammadiyah. Selanjutnya, setiap anggota Persyarikatan diharapkan mengubah pendekatan dakwahnya agar dakwah Muhammadiyah masuk, tetap dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk tujuan ini, majelis yang kompeten harus mengembangkan strategi dan peta jalan budaya. “Pemetaan dan representasi gerakan sangat penting untuk mempercepat penyebaran pandangan dan terwujudnya Islam yang berkemajuan serta menghadirkan Dakwah dan Tajdid Muhammadiyah yang benar-benar kontekstual,” jelasnya.

Keempat, mengembangkan keunggulan AUM dan kekuatan finansial. Sebagai ciri khas Muhammadiyah, filantropi dan bisnis dipandang penting untuk menciptakan road map menuju keunggulan dan kualitas di setiap AUM. Di bidang keuangan, Muhammadiyah diharapkan menjadi pemain di lapangan, bukan sekadar pengamat.

Muhammadiyah diharapkan dapat mengembangkan berbagai pemberdayaan, usaha offline/online dan ekonomi Muhammadiyah dan UMKM secara lebih berkelanjutan, masif dan sistematis selama lima tahun ke depan. Sekaligus akan mulai menggarap dan mengembangkan perusahaan-perusahaan menengah dan atas dengan mengontak unit-unit usaha dari beberapa amal Muhammadiyah yang ada.

Kelima, dakwah kepada Generasi Milenial, Generasi Z dan Generasi Alpha. Jumlah ketiga generasi tersebut dalam piramida penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2020 sangat tinggi, yaitu sebanyak 173,48 juta jiwa atau 64,69% dari total jumlah penduduk.

Tiga generasi baru tersebut adalah produk dunia dan “Android Mind” dan, seperti yang diduga Nuh Harari, bagian dari generasi “Homo Deus” yang merevolusi teknologi, kecerdasan buatan (AI), dan bioteknologi canggih sehingga mereka tidak dirawat sendiri. dengan pendidikan nilai-nilai agama, yang sebenarnya bisa menjadi generasi agnostik, sekuler dan liberal dalam kaitannya dengan agama.

Penting bagi Muhammadiyah untuk hadir di tengah tiga generasi baru dengan pendekatan komunitas.

Keenam, frame reform dan frame diaspora untuk lingkungan dan cara hidup yang berbeda. Muhammadiyah saat ini melakukan fastabiquul khairata dengan berbagai unit untuk mengisi ruang struktural dan ekosistem kehidupan, mempekerjakan kader-kadernya yang berintegritas tinggi dan ahli dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam lima tahun ke depan, Haedar akan memandang perlunya reformasi kerangka Muhammadiyah untuk menyiapkan kader diaspora di berbagai struktur dan lingkungan baik internal maupun eksternal agar gerakan Islam ini mengalami perluasan melalui peran kader.

Ketujuh, digitalisasi dan intensitas internasionalisasi Muhammadiyah. Digitalisasi merupakan proses yang diperlukan bagi Muhammadiyah saat ini dan di masa mendatang. Proses digitalisasi juga menjadi paket penting dengan gerakan literasi Muhammadiyah untuk mencerdaskan, mencerdaskan, dan mencerdaskan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.

Bersamaan dengan digitalisasi, intensitasnya harus ditingkatkan baik dalam pengembangan dan publikasi gagasan Muhammadiyah di dunia internasional maupun dalam pelaksanaan program-program internasionalisasi. Penerjemahan buku, penerbitan pemikiran dan kegiatan resmi Muhammadiyah dalam beberapa bahasa internasional harus menjadi satu paket dalam digitalisasi dan internasionalisasi Muhammadiyah yang selama ini dipandang sebagai pionir Muhammadiyah.

Haedar juga mengharapkan peran PCIMA dan sister organization dapat dioptimalkan dalam agenda strategis ini. Termasuk 173 perguruan tinggi dan Muhammadiyah Cyber​​​​​​​​​​​​​​​​​.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *