Metaranews.co, News – Keputusan Presiden Joko Widodo untuk meniadakan kegiatan buka bersama di kalangan pejabat, memunculkan tanda tanya serta ke khawatiran dari beberapa pihak.
Keputusan Jokowi untuk meniadakan kegiatan buka bersama di kalangan pejabat ini, beralasan karena masih pada masa transisi pandemi Covid-19 ke endemik.
Keputusan itu juga tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 yang ditandatangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Selasa (21/3/2023).
Perihal keputusan larangan berbuka puasa bersama itu mendapat tanggapan dari berbagai pihak.
Salah satunya Ketua Dakwah dan Ukhuwah MUI, Cholil Nafis. Dalam cuitan Twitter nya, ia berpendapat jika sangat tidak pantas jika berbuka puasa di instansi pemerintah dilarang.
“Larangan buka puasa bersama, meski hanya untuk institusi, tidak tepat dan tidak sesuai dengan tradisi agama kita,” kata Cholil Nafis dalam cuitan di Twitter @cholilnafis seperti dikutip Jumat (24/3/2023).
Lebih lanjut, dirinya menilai jika buka puasa bersama sebagai tradisi yang baik di bulan Ramadan 1444 H. Tradisi ini, tak jauh beda dengan undangan pernikahan dan sahur.
“Menurut saya, buka puasa bersama itu baik dan tidak ada bedanya dengan undangan kumpul, pertemuan dengan suporter dan konsolidasi,” ungkapnya.
Tidak hanya perwakilan MUI yang ikut berkomentar, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra malah khawatir dengan keputusan yang dibuat Jokowi.
Kekhawatirannya itu terjadi lantaran, dengan munculnya aturan larangan berbuka bersama bisa menjadi bahan untuk menyudutkan pemerintah anti Islam.
“Saya khawatir surat itu akan dijadikan bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh pemerintah, Presiden Jokowi anti Islam,” kata Yusril.
Menurutnya, meskipun surat Seskab ditujukan kepada pejabat pemerintah, larangan buka puasa bersama tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintah.
Sebab itu, kata dia, surat tersebut berpotensi memperluas maknanya sebagai larangan berbuka puasa bersama di masyarakat.
Lain halnya dengan, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil. Ia juga turun memberikan komentar terkait aturan larangan berbuka puasa bersama ini.
Ia juga meminta Presiden Jokowi mencabut larangan pejabat berbuka puasa bersama. Nasir menilai, adanya larangan itu menunjukkan Presiden dianggap tidak peka terhadap tradisi buka puasa yang merupakan kearifan lokal umat Islam di Indonesia.
Bahkan, ia menduga, adanya larangan itu sebagai bentuk kepedulian rezim terhadap buka puasa yang bisa mengkonsolidasikan Pilpres 2024.
“Ada kemungkinan larangan buka puasa bersama dikhawatirkan oleh rezim akan mengkonsolidasikan umat Islam jelang pemilihan presiden,” kata Nasir kepada wartawan, Jumat (24/3/2023) melansir Suara.com
Penjelasan Menpan RB
Terkait arahan Jokowi terkait larangan buka puasa bersama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan, arahan Presiden Jokowi ditujukan agar menteri, pimpinan lembaga, lembaga, dan pemerintah daerah mematuhinya.
“Namun untuk masyarakat umum tidak ada larangan berbuka puasa bersama,” kata Anas dalam keterangan tertulisnya.
Menurutnya, arahan Presiden Jokowi yang tertuang dalam surat di atas kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R 38/Seskab/DKK/03/2023 tanggal 21 Maret 2023 itu dimaksudkan untuk kebaikan bersama karena Ramadhan tahun ini merupakan momen yang tepat pada masa transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemik.
“Sebenarnya ini juga dilakukan pada Ramadhan tahun lalu. Intinya kita harus tetap hati-hati karena ini merupakan peralihan dari pandemi Covid-19 menjadi endemik,” ujarnya.
Menurut Anas, jika ada PNS yang buka puasa bersama di lingkungan pemerintahan, akan terlihat seberapa besar pelanggarannya.
“Sudah diatur, apakah termasuk dalam kategori ringan, sedang, atau berat dan jenis hukumannya sudah ada, mulai dari lisan, tulisan, dan sebagainya. Tentu nanti inspektorat di masing-masing instansi akan meninjaunya,” kata Anas.
Menurut Anas, buka puasa bersama memang bisa mempererat silaturahmi, namun mempererat silaturahmi di lingkungan kantor pemerintahan tidak harus dilakukan dengan buka puasa bersama.
“Masih banyak cara lain, seperti saling menjaga komunikasi di grup WhatsApp, bahkan koordinasi kerja, bahkan antar kementerian/lembaga/pemda, juga bagian dari upaya mempererat silahturahmi,” pungkasnya.