Mundur, Wabup Blitar Bongkar Bobroknya Proses Lelang Proyek di BLP

Blitar
Caption: Wabup Blitar, Rahmat Santoso, menyerahkan surat pengunduran diri ke DPRD Kabupaten Blitar. Doc: Bahtiar/Metaranews.co

Metaranews.co, Kabupaten Blitar – Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, secara resmi mengajukan surat pengunduran diri ke DPRD Kabupaten Blitar.

Usai menyerahkan surat pengunduran dirinya, Rahmat buka suara soal carut-marutnya proses lelang proyek pengadaan barang dan jasa di Bumi Penataran.

Bacaan Lainnya

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) itu, ada banyak ketidakberesan dalam proses lelang proyek pengadaan barang dan jasa di Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Kabupaten Blitar.

Rahmat menyebut, ada praktik dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh Kepala Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Kabupaten Blitar, Iwan Dwi Winarto.

Secara eksplisit, Rahmat meminta agar Kepala BLP Kabupaten Blitar dicopot dari jabatannya.

Pria yang akrab disapa Makde Rahmat itu mengaku memiliki bukti-bukti terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh Kepala BLP Kabupaten Blitar, Iwan Dwi Winarto.

“Setelah saya ketemu Pak Iwan, saya telepon dong teman saya yang Rey tadi. Aku mau cerita-cerita terus si Rey bilang aku juga mau cerita bahwa udah ada pemenangnya, padahal belum dilelang. Dia bilang bahwa CV A akan menang, terus saya panggilah terus ketemu dengan sekjen Rey tadi, terus dia bilang aku itu sudah ketemu dan sudah menghubungi CV itu, tapi CV itu minta uang Rp 300 juta dengan skema nanti cair berapa berapa gitu,” ujar Rahmat, Rabu (16/7/2023).

Rahmat pun mengakui bahwa benar Iwan selaku Kepala Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Kabupaten Blitar tidak meminta langsung fee proyek.

Namun ia menuding Iwan menggunakan tangan lain untuk memungut pungli.

“Jawaban Pak Iwan tidak pernah menerima uang Rp 300 juta. Betul Pak Iwan memang tidak pernah menerima apa-apa, tapi cobalah njenengan pikir sendiri pasti pakai tangannya orang lain pakai CV atau PT apa-apa gitu,” ungkapnya.

Selain membuka dugaan pungli terkait proyek jembatan yang menggunakan dana bantuan BNPB, Rahmat juga menyinggung adanya ketidakberesan dalam proses lelang pengerjaan proyek di Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo Blitar.

Ungkapan itu dilontarkan Rahmat usai mendengar adanya sidang yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Blitar ke proses pengerjaan bangunan yang dilakukan oleh salah satu rekanan.

“Sebenarnya yang harus viral itu rumah sakit ini loh, karena saya dengar-dengar DPRD kan bener sidak. Dengar-dengar katanya PT-nya itu harus diganti, karena nggak mau meneruskan atau gimana gitu. Berarti kan dia menyiapkan skema CV, terus menerima duitnya dijual lagi kan gitu caranya cobalah berpikir,” beber Rahmat.

Hal itulah yang dituding Rahmat menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran pembangunan tahun 2023 di Kabupaten Blitar.

Ia juga menuding alasan yang dilontarkan BLP terkait rendahnya serapan anggaran hanyalah alibi semata.

“Kenapa sarapannya minim, mungkin nunggu setoran dulu atau gimana lah saya juga nggak tahu jelasnya,” imbuhya.

Rahmat pun mengungkapkan kekesalannya terkait dugaan praktik pungli dan permainan proyek yang dilakukan oleh BLP Kabupaten Blitar.

Bahkan ia berani menjamin jika tidak ada perbaikan dalam sistem lelang pengerjaan dan pengadaan barang dan jasa di BLP, maka Kabupaten Blitar tidak akan pernah maju dari segi infrastrukturnya.

“Saya tidak pernah kecewa dengan Pemkab Blitar. Saya hanya kecewa dengan Pak Iwan saja. Saya minta oleh Mbak Rini (Bupati Blitar) untuk dia dijadikan Kepala PAUD atau kepala apa gitu loh. Ya mungkin masih proses, tapi yang jelas saya sudah ngomong. Ternyata kan nyalon Perkim, itu kalau sampai jadi berarti benar ada jual beli jabatan, gitu aja lo,” tutup Rahmat.

Sementara itu, Kepala BLP Kabupaten Blitar, Iwan Dwi Winarto, ketika dikonfirmasi wartawan mengenai dugaan permintaan sejumlah uang dan menerima uang dari rekanan menyangkal hal tersebut.

“Saya tidak pernah menerima, apalagi meminta uang dari rekanan,” kata Iwan.

Mengenai keterlambatan atau mundurnya proses pembangunan, ia menyebut hal itu karena adanya regulasi terkait penggunaan produk dalam negeri.

“Sehingga ada keterlambatan, ada penyesuaian Rencana Anggaran Biaya (RAB),” pungkasnya.

Pos terkait