Sengketa Tanah Wakaf Masjid, Pengurus Yayasan di Ngadiluwih Kediri Dilaporkan ke Polisi

Kediri
Caption: Masjid Darul Jalal yang sedang menjadi sengketa di Desa Ngadiluwih, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Doc: LBH-MBI

Metaranews.co, Kabupaten Kediri – Pengurus Yayasan Darul Jalal di Desa Ngadiluwih, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dilaporkan ke polisi terkait sengketa tanah wakaf masjid.

Laporan tersebut diajukan kepada Kapolres Kediri atas dugaan pelanggaran pasal 263 KUHP serta pasal 40 dan pasal 41 UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Bacaan Lainnya

Pelaporan dilakukan oleh tiga ahli waris tanah wakaf masjid, yakni R Tamtomo, Agus Mugi Raharjo, dan Sri Handayani, yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Mahkota Bintara Indonesia (LBH-MBI), Kamis (13/2/2025) kemarin.

Direktur LBH-MBI, Raden Mohammad Ali Sodik mengatakan, pelaporan ini dilakukan oleh ketiga hak waris karena diklaim bahwa masjid yang dibangun oleh leluhur mereka, Eyang Jabah, telah mengalami perubahan besar tanpa persetujuan keluarga.

“Kami menilai ada dugaan pelanggaran dalam pengelolaan wakaf ini. Masjid yang seharusnya tetap sesuai dengan niat pewakaf telah dibongkar dan dialihkan tanpa izin ahli waris,” kata Ali Sodik, kepada Metara, Jumat (14/2/2025).

Ali menyampaikan, masjid yang merupakan hasil tanah wakaf dari Eyang Jabah itu mengalami perubahan nama dan kepemilikan tanpa izin dari para ahli waris.

Masjid yang seharusnya bernama Masjid Djamek Kauman yang merupakan hasil wakaf dari Eyang Jabah dibongkar dan dialihkan ke Yayasan Darul Jalal.

Bahkan, ia menyebut nama masjid juga diubah menjadi Masjid Besar Daarul Jalaal, tanpa izin dari para ahli waris.

LBH-MBI juga menyoroti penggalangan dana sebesar Rp 5,6 miliar yang dilakukan Yayasan Darul Jalal untuk renovasi masjid.

“Kami juga mempertanyakan pengelolaan dana renovasi yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Perlu ada transparansi dalam penggunaan anggaran ini, agar tidak terjadi penyalahgunaan,” jelasnya.

Menurutnya, upaya mediasi telah dilakukan, namun pihak yayasan dan takmir masjid tidak menghadiri pertemuan yang dijadwalkan pada 20 Agustus 2024.

LBH-MBI telah mengirimkan tiga kali somasi kepada Yayasan Darul Jalal, yakni pada 24 September dan 14 Oktober, dan 2 Desember 2024.

Namun, hingga saat ini tidak ada tanggapan dari pihak yayasan terkait permintaan klarifikasi maupun mediasi.

Kasat Reskrim Polres Kediri, AKP Fauzy Pratama, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari LBH-MBI.

“Kami akan menindaklanjuti laporan ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ucap Fauzy.

Sementara itu, salah satu pengurus Yayasan Darul Jalal, Moch Bahrudin, membenarkan pihaknya memang telah menerima somasi dari pelapor.

Ia menjelaskan bahwa Masjid Jami’ Ngadiluwih memang dulunya dikenal sebagai masjid tua dan terbesar di wilayah tersebut.

Masjid itu telah mengalami perubahan nama menjadi Darul Jalal sejak tahun 1990-an.

Ia pun mengaku tidak mengetahui riwayat masjid ini, karena baru bergabung sejak lima tahun terakhir menjadi pengurus Masjid Darul Jalal.

Bahrudin menambahkan, bahwa Yayasan Darul Jalal baru didirikan sebelum renovasi masjid dimulai pada tahun 2021.

Ia menegaskan bahwa pihak yayasan maupun pengurus tidak memiliki informasi lengkap mengenai asal-usul perubahan nama masjid.

“Kami hanya berusaha untuk menjalankan tugas kami dalam memakmurkan masjid dan melanjutkan pembangunannya. Jika ada permasalahan lebih lanjut, kami berharap bisa diselesaikan dengan baik,” pungkasnya.

Pos terkait