Metaranews.co, Hiburan – Eksistensi ‘Dukun’ menyelip diantara kecanggihan zaman. Menjamur di kalangan masyarakat Indonesia.
Kasus Tohari alias Mbah Slamet menambah daftar panjang kriminalitas dengan embel-embel ‘Dukun’ di Indonesia. Di zaman modern saat ini, mengapa masih banyak masyarakat Indonesia percaya dukun?
Kasus Mbah Slamet ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sudah banyak kasus serupa dan memakan korban, namun, hal ini tampaknya tidak menjadi pembelajaran di kalangan masyarakat.
Kenikmatan sementara yang ditawarkan oknum ‘dukun’ ini masih menjadi magnet sama setiap zamannya dan tidak pernah berubah. Pola berulang yang sama terus dilakukan, hingga akhirnya memakan korban.
Kasus perdukunan di Indonesia memang tidak akan pernah hilang, meskipun di tengah kehidupan bergelimang teknologi canggih, pada akhirnya sebagian masyarakat kembali ke jalur yang serba instan.
Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon mengatakan, model kejahatan dengan latar belakang ‘budaya’ cukup umum. Pelaku biasanya menggunakan pola yang sama.
Josias Simon mengatakan, penipuan yang mengatasnamakan penggandaan uang memiliki pola serupa. Yaitu mengaku sebagai kyai, nenek, atau kakek yang ‘menggunakan ilmu putih’ untuk membantu menambah modal usaha atau membantu mereka yang terlilit hutang atau kesulitan ekonomi.
Untuk meyakinkan calon korban, pelaku biasanya menambahkan foto segepok uang plus testimoni keberhasilan uang gaib tersebut.
Cara ini digunakan untuk memanipulasi korban agar terlihat sukses dan pada akhirnya banyak yang tertarik. Bagi orang yang terlilit hutang atau ingin mendapatkan uang dengan mudah, cara ini menggiurkan.
Di media sosial, kata Josias, iklan penggandaan uang beredar. Kasus penipuan dan pembunuhan oleh ‘dukun’ yang bisa melipatgandakan uang sudah berulang kali terungkap.
Seperti kasus Dukun Asep di Cianjur yang mengaku bisa melipatgandakan uang. Pada 2007 ia divonis mati oleh Pengadilan Negeri Rangkasbitung karena membunuh delapan korbannya.
Dukun IS di Magelang juga mengaku bisa menyembuhkan dan melipatgandakan uang. Pelaku melakukan aksinya pada tahun 2020 dan membunuh empat korbannya dengan memberikan minuman yang dicampur racun.
Abah Yanto di Gresik mengaku bisa menggandakan uangnya dengan ritual darah untuk sesaji.
Aki Wowon menjanjikan kekayaan dengan cepat. Mayoritas korban Wowon adalah TKI di luar negeri dan ketika menepati janji, mereka dibunuh dengan cara diberi minuman beracun.
Memegang Prinsip ‘Sesepuh‘
Menurut Heru S.P. Saputra dalam Glosarium buku ‘Mantra Menyembah’, dukun adalah orang yang memiliki ilmu gaib yang diperoleh dengan cara praktek mistik dan menggunakannya untuk menolong atau membantu orang yang membutuhkannya.
Sebagai makhluk sosial yang saling berkomunikasi dalam setiap kegiatan politik, sosial dan ekonomi. Dalam perannya, dukun memiliki kontribusi yang signifikan, terutama jika menyangkut hal-hal gaib.
Praktik mistik yang dilakukan oleh dukun dapat berperan aktif dalam perubahan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial harus berani mengambil sikap terhadap dirinya sendiri.
Alam dan masyarakat sekitar, dalam kerukunan sosial, manusia menggunakan dua prinsip, yaitu kerukunan dan rasa hormat.
Prinsip kerukunan menekankan bahwa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat manusia harus bergaul satu sama lain antara mereka yang kaya dan miskin, mereka memiliki hak yang sama dalam masyarakat dan memiliki tempat yang diakui.
Berada dalam prinsip hormat, atur kerangka hierarkis dalam pengambilan keputusan di masyarakat tetapi tidak ada otoritarianisme di dalamnya, semua sama dan memiliki hak yang sama untuk memberikan persetujuannya.
Namun ada satu aspek yang selalu dijadikan panutan dalam kehidupan masyarakat kita, sosok orang tua atau sesepuh yang berperan sangat penting dalam pengambilan keputusan.
Bukan sebagai pihak yang berwibawa tetapi sebagai tonggak yang bisa menjadi pemberat antara satu keputusan dengan keputusan lainnya.
Sosok orang tua dan atau sesepuh memiliki arti penting dalam masyarakat kita, sosok orang tua sering diidentikkan dengan tokoh spiritual dukun dan kyai yang selalu dimintai restu dan pertolongannya ketika ada suatu hal yang sulit untuk ditangani dan menyelesaikannya sendiri.
Alhasil, menjadi sangat penting menjadi sorotan masyarakat kita mengenai aspek meminta berkah ini. Dukun sebagai orang tua atau pemberi pertolongan seringkali menjadi tujuan masyarakat, sekedar meminta berkah atau kesembuhan berbagai penyakit.
Sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat kita untuk pergi ke tempat dukun, selain dari semua hal yang luar biasa tentang seorang dukun, hal yang paling mendasar dari seorang dukun adalah kemampuannya dalam merawat.
Sebagai salah satu pilihan dalam mengobati penyakit, teknik pengobatan juga memiliki tahapan yang perlu dilakukan dukun. Pertama, diagnosis dan pemilihan metode pengobatan dan kedua, pengobatan itu sendiri.
Eksistensi ‘Dukun’ diantara Perkembangan Zaman
Sementara itu, tokoh lain yakni Clifford Geertz menjelaskan dalam bukunya ‘Santri Abangan Priyayi’ bahwa dukun tidak memiliki kedudukan yang jelas dalam masyarakat.
Bahkan dengan beberapa stigma buruk yang mungkin melekat pada sebagian orang, dukun bayi tidak lagi memiliki peran atau posisi.
Namun jika demikian halnya, dukun yang merupakan fenomena sosial dapat hilang secepat mungkin dan digantikan oleh kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, fakta bahwa para dukun ini semakin menjamur dan memperkuat posisi bahwa mereka sebenarnya memiliki posisi sentral dalam masyarakat, baik di pedesaan maupun di pedesaan maupun perkotaan.
Menurut Geertz, mistisisme dibagi menjadi delapan postulat, Pertama, dalam kehidupan sehari-hari manusia, perasaan tentang “baik” dan “buruk”, “kebahagiaan” dan “kesengsaraan” melekat dan tidak dapat dipisahkan.
Variasi seperti ini sama untuk semua perasaan (cinta, benci, takut dan sebagainya), sehingga tujuannya adalah untuk meminimalkan semua nafsu, menahannya agar dapat memahami sepenuhnya “perasaan” yang lebih besar dan lebih benar karena tujuannya adalah mendamaikan manah “kebahagiaan di dalam hatinya”.
Kedua, dibalik perasaan manusia yang kasar, ada perasaan murni dan damai yang merupakan diri sejati sebagai manifestasi Tuhan.
Ketiga, tujuan manusia hanya untuk mengetahui atau merasakan rasa yang paling tinggi dalam dirinya.
Keempat, untuk memperoleh pengetahuan tentang perasaan tertinggi ini, seseorang harus memiliki kemurnian kehendak, harus memusatkan kehidupan batin sepenuhnya untuk mencapai tujuan tunggal ini, mengintensifkan danmemusatkan semua sumber daya spiritual pada satu titik kecil, seolah-olah seseorang memfokuskan sinar matahari melalui kaca pembesar untuk menghasilkan panas maksimum pada satu titik.
Kelima, selain disiplin spiritual dan meditasi, studi empiris tentang kehidupan emosional, sebuah psikologi metafisik, juga membangkitkan kesadaran dan pengalaman rasa.
Keenam, karena orang berbeda dalam kemampuan mereka untuk melakukan disiplin spiritual untuk waktu yang lama, itu menimbulkan sistem hierarki guru dan murid, di mana seorang guru yang mahir mengajar siswa yang kurang mahir, sedangkan dia sendiri adalah murid dari guru yang lebih maju lagi.
Ketujuh, pada tingkat pengalaman dan keberadaan tertinggi, setiap orang adalah satu dan sama. Tidak ada individualitas, karena rasa, Gusti dan saya adalah “objek abadi” yang semuanya sama orang.
Kedelapan, karena tujuan semua manusia adalah mengalami perasaan, sistem religi, kepercayaan dan praktik hanyalah alat untuk mencapai tujuan itu dan hanya baik. selama semua itu bisa mengarah ke sana.
Kasus perdukunan di Indonesia ini mungkin saja tidak akan pernah hilang. Jika diperhatikan, pola yang terjadi ialah, dukun mengiming-imingi kekayaan hingga korban tertarik.
Karena ingin menjadi kaya dalam sekejap, korban pun terhasut dan menjadi korban aksi penguna oknum ‘dukun’ ini. Motif ekonomi, sosial dan budaya masih erat kaitannya dengan eksistensi ‘Dukun’ di negeri ini.
Karena itu, boleh saja memercayai hal mistis, namun harus dibarengi dengan tameng iman yang kuat dan selalu berserah diri pada yang kuasa.