Kembang Kempis Nafas Terakhir Pelestari Ketoprak Tobong Kediri

Tiket masuk pertunjukan ketoprak oleh kelompok Mitra Erlangga Jaya (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)
Tiket masuk pertunjukan ketoprak oleh kelompok Mitra Erlangga Jaya (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)

Metaranews.co, Kediri – CAHAYA merah di ufuk timur baru saja merekah, namun gelisah Rinduwati sudah membuncah.

Tangan perempuan berusia di ambang senja itu berulangkali menyentuh daun pintu. Pada sela-sela pintu yang terbuka, pandangannya berhenti pada jalan tanah yang diguyur hujan sepanjang malam.

Bacaan Lainnya

Pandangan yang membatu dan kosong. Rinduwati harus kembali menyusuri jalanan agar bisa tetap hidup. Microphone, pemutar digital dan pengeras suara, satu-persatu ia persiapkan, termasuk bekal makanan. 

Pagi itu ia tidak membungkus nasi dan lauk pauk, melainkan beberapa potong singkong, sisa rebusan semalam, serta sebotol air isi ulang. Alasan kesehatan membuat Rinduwati harus menenggak air putih banyak-banyak. 

Rinduwati merupakan anggota Ketoprak Tobong (Toto Bongkar) Mitra Erlangga Jaya Kabupaten Kediri. Rini, begitu panggilannya, sudah 30 tahun menekuni kesenian Ketoprak. Seni tradisional masyarakat Jawa yang di ambang punah.

Sebagai seniman, Rini dikenal memiliki keahlian nyinden dan menari. Suaranya bisa mencapai nada-nada tinggi. Tubuh rentanya juga gemulai. Rini menggeluti seni tradisi dan berketoprak adalah caranya bertahan hidup.

Rinduwati, aktor sekaligus sinden Ketoprak Mitra Erlangga Jaya Kediri saat diwawancarai (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)
Rinduwati, aktor sekaligus sinden Ketoprak Mitra Erlangga Jaya Kediri saat diwawancarai (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)

Yang memprihatinkan, di usia yang menginjak kepala tujuh, kesehatan Rini terus ngedrop dan itu cukup merepotkan aktivitasnya. Dokter dua tahun terakhir ini memvonisnya mengidap komplikasi penyakit jantung, kolesterol, darah tinggi dan lambung.

Kolesterol membuat kedua kakinya rapuh. Rini tidak mampu lagi berlama-lama berdiri. Begitu juga untuk berjalan beberapa kilometer, ia harus bersusah payah memaksakan diri.  Kakinya sering gemetaran dan Rini harus mengistirahatkan diri sejenak. 

“Maklum saat berjalan harus membopong pengeras suara yang beratnya hampir 10 kilogram,” ungkapnya. 

Rini diketahui berasal dari Bojonegoro. Saat ini ia bertempat tinggal di Sambirejo, Kecamatan Gampeng, Kabupaten Kediri, menghuni rumah bedeng berukuran 2X3 meter.  Lokasinya berada di belakang panggung pertunjukan ketoprak Mitra Erlangga Jaya.

“Saya biasanya berangkat pukul 05.30 WIB kalau mengamen di daerah Kaliboto Kabupaten Kediri. Kalau di sekitaran Gampengrejo berangkat jam 07.00 WIB,” tuturnya lirih.

Rini banyak mengeluhkan kondisi yang dialami pelaku seni tradisional. Rata-rata hidup dengan pendapatan pas-pasan, bahkan tidak jarang minus. Contohnya dirinya. Hasil sekali manggung untuk berbelanja beras saja tidak cukup.

Setiap tampil Rini hanya diupah tidak lebih Rp 30.000. Dalam seminggu ia bisa tampil tiga kali. Kendati demikian ia tetap bertahan di jalur kesenian. Rini bersykur dan merasa senang masih bisa berada di ketoprak Mitra Erlangga Jaya.

Rinduwati saat sedang nyinden di belakang panggung Mitra Erlangga Jaya (Muchlis Ubaidhillah/Metara)
Rinduwati saat sedang nyinden di belakang panggung Mitra Erlangga Jaya (Muchlis Ubaidhillah/Metara)

Selain itu sudah menjadi tekad hidupnya melestarikan kesenian tradisional. Mengamen di ketoprak merupakan cara satu-satunya bertahan hidup. Karena itu Rini kerap tidak memedulikan sakitnya. Ia terus bekerja meski sakit. Sebab ada seorang cucu yang hidup bersamanya.

“Cucu saya satu, sekarang masih sekolah di madrasah tsanawiyah, dia ikut di tobong ini. Kebutuhan makan, jajan sehari-hari dan uang saku, saya yang mencukupi,” ungkapnya. 

Rini berharap pahitnya hidup yang ia rasakan tidak berlanjut ke cucunya. Kelak ia ingin cucunya hidup lebih layak. Rini ingin melihat suatu hari cucunya hidup seperti normalnya orang kebanyakan.

Karenanya meski sakit-sakitan ia berusaha keras untuk terus bergerak, bekerja sekaligus berkesenian. Dalam beraktivitas Rini diwanti-wanti dokter untuk tidak jatuh lantaran rawan stroke.

“Saya ingin terus hidup dan kuat. Kalau tidak, mana bisa mencari duit,” katanya.

Melihat kesehatannya, Rini membutuhkan perawatan medis. Namun lantaran keterbatasan biaya, istirahat jadi satu-satunya solusi ketika tubuhnya sudah tidak sanggup lagi digerakkan, 

Yang memprihatinkan, dalam keadaan terpuruk itu Rini tidak pernah mendapat uluran bantuan dari pemerintah. Ia sudah pernah mencoba, tapi ditolak karena alasan identitas domisili.  

Rini mengaku tidak pernah terdaftar sebagai penerima bantuan, terutama sejak beraktifitas di Kediri. Ia sadar, hal itu kemungkinan lantaran dirinya tidak pernah berada di rumah saat survei dilakukan. 

“Saya sering menyampaikan soal bantuan kepada pejabat yang menonton (ketoprak), namun dijawab bukan wilayahnya. Jadinya tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” keluhnya. 

Rini juga cerita masa kejayaannya. Dulu ia sering mendapat peran utama di setiap lakon ketoprak tobong. Sebuah foto sempat diperlihatkan. Fisik yang semakin renta, ditambah kesehatan yang terus merosot, membuatnya berada pada posisi sinden. 

“Kalau dulu sering menjadi peran utama, sekarang sudah tidak kuat lagi,” kenangnya

Pagelaran ketoprak oleh kelompok Mitra Erlangga Jaya di Kediri (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)
Pagelaran ketoprak oleh kelompok Mitra Erlangga Jaya di Kediri (Muchlis Ubaidhillah/Metaranews)

Rini memiliki angan-angan pada masa tuanya bisa menetap sebagai warga Kabupaten Kediri. Ia ingin mengabdikan hidup pada kesenian ketoprak hingga tiba akhir hayat. Ia juga berharap suatu ketika pemerintah akan mengulurkan tangan baiknya. Bukan untuk dirinya saja, melainkan juga kepada rekan-rekannya yang bernasib serupa.

“Di sisa hidup ini saya berharap bisa pindah domisili di Kediri, lantaran lebih tenang dan banyak teman. Kalau di Bojonegoro tidak betah karena tidak banyak teman di sana,” harapnya.

Senada dengan Rini, salah seorang anggota ketoprak Toning Mitra Erlangga Jaya bernama Wardoyo (48) juga bernasib sama. Seniman asal Madiun itu sudah 10 tahun terakhir tidak mendapat bantuan dari pemerintah.

Wardoyo memang hidup dalam serba keterbatasan, namun hatinya selalu merasa damai dan gembira. Baginya bisa ikut merawat kesenian ketoprak adalah kepuasan hidup yang tidak ternilai.

“Tapi saya tidak mau meminta pemerintah meski kondisi seperti ini. Cukup mengamen, bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tuturnya.

Menurut Wardoyo, harga diri terbesar seorang seniman adalah idealisme dalam berkarya. Pendapatan dari kerja seni memang penting, namun hal itu bukan utama.  

“Karena ini bukan kerja. Ini berkarya dan hasilnya bukan uang, namun rasa bangga meski tidak ada hasil,” ungkapnya.

Pimpinan Ketoprak Mitra Erlangga Jaya, Jair Sutikno alias Lelur mengatakan ketoprak yang ia pimpin merupakan satu-satunya ketoprak tobong yang masih hidup di Jawa Timur.

Tonton Video: 

 

Agar bisa terus eksis, Lelur mengaku tidak jarang meminta uluran bantuan dari pemerhati budaya dan pemerintah setempat. Ia biasanya mengambil kesempatan itu pada saat renovasi atau pindah tempat, termasuk mobil ambulans, obat dan pemeriksaan dokter untuk kesehatan pemain.

Lelur mengaku terpaksa melakukan semua itu lantaran tidak mungkin lagi mencukupi kebutuhan para pemain. Pada saat ini ada sekitar 7 orang anggota ketoprak tobong yang bertempat tinggal di sekitar panggung. Mereka berasal dari Madiun, Bojonegoro, Malang dan Kediri.

“Kita tidak mungkin menarik karcis di atas Rp 5.000, sebab tidak akan ada yang mau menonton. Wong Rp 5000 saja kalau tanpa diundang dapat 30 orang sudah bersyukur,” ungkapnya.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri Adi Suwignyo mengklaim sering memberikan bantuan kepada kelompok seni Ketoprak Tobong Mitra Erlangga Jaya.

Bantuan itu berupa kebutuhan kursi, genset, termasuk sembako kepada anggota ketoprak yang membutuhkan. Selain itu anggota yang ber-KTP Kediri mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS)). 

“Kita juga sering mengunjungi kawan-kawan di sana, bahkan beberapa kali pegawai dinas pariwisata ikut manggung bersama mereka,” katanya. 

Sementara untuk anggota ketoprak di luar warga Kabupaten Kediri, Wignyo mengaku tidak bisa mengajukan mereka sebagai peserta KIS. Kendati demikian bantuan lain akan terus diupayakan agar ketoprak tobong tetap eksis.

“Kita akan membantu sebisa mungkin agar kesenian ini tetap eksis sepanjang masa, dan orang-orangnya bisa tetap berdaya,” pungkasnya.

Pos terkait