Metaranews.co, Kabupaten Jombang – Dua warga asal Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah tergiur tawaran kerja bergaji tinggi di luar negeri.
Setelah berbulan-bulan disekap, keduanya akhirnya bisa bernapas lega karena berhasil dipulangkan dari Kamboja.
Plt Kepala Bidang Penempatan Perluasan Kerja dan Transmigrasi Disnaker Kabupaten Jombang, Dwisetya, menjelaskan bahwa kedua korban berinisial FRU (45) dan AAR (22) berangkat ke Kamboja pada Desember 2024.
“Mereka tertarik bekerja di luar negeri karena dijanjikan gaji hingga Rp15 juta per bulan oleh seseorang yang mereka kenal di Bali,” ujar Dwi, Kamis (13/11/2025).
Namun sesampainya di Kamboja, harapan mendapatkan penghasilan besar justru berubah menjadi mimpi buruk.
Dua perempuan asal Jombang itu dipaksa bekerja di situs judi online, tanpa menerima upah seperti yang dijanjikan.
“Mereka juga mengalami kekerasan fisik dan ancaman agar tidak melarikan diri. Setelah kami menerima laporan dari keluarga, kami langsung berkoordinasi dengan pihak terkait,” jelas Dwi.
Kasus ini terbongkar setelah ibu korban melapor ke Disnaker Jombang pada April 2025. Menindaklanjuti laporan tersebut, pihak Disnaker segera berkoordinasi dengan Polres Jombang dan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI).
“Laporan itu kemudian kami teruskan ke Kementerian BP2MI dan KBRI di Kamboja,” tambahnya.
Berkat koordinasi cepat lintas instansi, kedua korban akhirnya berhasil dipulangkan ke tanah air pada Juni 2025.
“Alhamdulillah, keduanya sudah kembali ke Jombang. Proses pemulangan berjalan cepat karena pihak keluarga turut membantu biaya,” ujar Dwi.
Dwi menambahkan, FRU dan AAR merupakan bagian dari 13 Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB) asal Jombang yang berhasil dipulangkan sepanjang 2025.
Dari jumlah tersebut, 10 orang dideportasi karena masalah visa, dua orang korban TPPO, dan satu pekerja migran meninggal dunia di luar negeri.
“Sepanjang 2025 kami mencatat ada 10 deportasi, dua korban TPPO, dan satu pekerja migran meninggal dunia. Ini menjadi perhatian serius bagi kami untuk memperkuat sosialisasi dan pengawasan agar calon pekerja migran tidak terjerat kasus serupa,” pungkasnya.






